Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Facebook Desak Junta Militer Buka Pemblokiran Internet dan Media Sosial Myanmar

  • Oleh Teras.id
  • 07 Februari 2021 - 11:21 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Facebook mengaku sangat prihatin dengan perintah pemblokiran internet di Myanmar dan meminta pihak berwenang untuk membuka blokir akses ke layanan media sosial.

Junta militer baru Myanmar telah memerintahkan pemblokiran Facebook dan platform media sosial lainnya dalam beberapa hari terakhir, tetapi akses internet diputus sama sekali pada hari Sabtu.

"Kami sangat prihatin dengan perintah pemblokiran internet di Myanmar," kata Rafael Frankel, direktur kebijakan publik Facebook untuk negara berkembang APAC, pada Sabtu, dikutip dari Reuters, 6 Februari 2021.

"Kami sangat mendesak pihak berwenang untuk memerintahkan pemblokiran semua layanan media sosial," ujarnya.

Dengan jumlah pengguna lebih dari 50 juta orang, Facebook bisa menjadi alat perlawanan yang ampuh jika digunakan dengan benar. Tidak ingin hal tersebut terjadi, Facebook pun diblokir junta militer pada hari Kamis kemarin.

Deputi Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Robertson, mengatakan bahwa Militer Myanmar sudah lama memandang Facebook sebagai masalah.

Selama bertahun-tahun platform itu tak hanya digunakan sebagai kanal perlawanan, tetapi juga menerapkan kebijakan tegas yang menyasar ke militer. Alhasil, penutupan Facebook menjadi hal prioritas ketika Kudeta Myanmar digelar.

"Seiring dengan makin banyaknya warga Myanmar yang beralih ke online untuk meroganisir kampanye pemberontakan sipil, menutup akses menjadi prioritas utama," ujar Robertson, dikutip dari Channel News Asia, 5 Februari 2021.

Junta militer tidak berkomentar terkait pemblokiran internet maupun media sosial. Militer Myanmar telah mencoba untuk membungkam protes dengan memblokir sementara Facebook dan memperluas tindakan keras media sosial ke Twitter dan Instagram pada Sabtu.

Dalam demonstrasi besar pertama sejak para jenderal merebut kekuasaan pada 1 Februari, para aktivis meneriakkan, "Diktator militer, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang" dan memajang spanduk bertuliskan "Melawan Kediktatoran Militer".

Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, merebut kekuasaan dengan tuduhan kecurangan pemilu meskipun komisi pemilihan mengatakan tidak menemukan bukti ketidakberesan yang meluas dalam pemungutan suara 8 November.

Junta militer Myanmar mengumumkan status darurat satu tahun dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru Myanmar, tetapi tanpa memberikan kerangka waktu. (TERAS.ID)

Berita Terbaru