Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Surabaya Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Saham di Asia Akan Ikuti Kenaikan Wall St Saat Kepanikan Inflasi Reda

  • Oleh ANTARA
  • 23 Maret 2021 - 11:00 WIB

BORNEONEWS, New York - Saham-saham Asia diperkirakan akan mengikuti kenaikan Wall Street pada perdagangan Selasa, karena merosotnya imbal hasil obligasi pemerintah AS mengurangi kekhawatiran tentang inflasi, meskipun investor terus mencermati meningkatnya kasus COVID-19 di Eropa.

Indeks berjangka Hang Seng Hong Kong naik 0,5 persen, sementara saham Australia dibuka naik 0,3 persen. Di Jepang, indeks berjangka Nikkei menguat 0,8 persen dan indeks berjangka E-mini untuk S&P 500 naik 0,06 persen.

Ekuitas global naik dan aset-aset safe-haven menguat pada Senin (22/3/2021), karena investor menyeimbangkan kekhawatiran atas meningkatnya kasus COVID-19 di Eropa terhadap jeda dalam kenaikan imbal hasil obligasi baru-baru ini.

Saham-saham sebelumnya terpukul oleh langkah mengejutkan Presiden Turki untuk menggantikan gubernur bank sentral dengan pengkritik suku bunga tinggi.

Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average naik 0,32 persen, S&P 500 naik 0,70 persen dan Nasdaq bertambah 1,23%.


Imbal hasil obligasi AS 10-tahun yang dijadikan acuan terakhir berada di 1,6787 persen, turun dari 1,732 persen pada Jumat sore (19/3/2021).

"Aset-aset berisiko AS dibantu oleh penurunan imbal hasil obligasi memulai minggu ini. Pergerakan imbal hasil akan terus diawasi dengan ketat minggu ini di tengah serangkaian lelang obligasi pemerintah AS dan kesaksian oleh Menteri Keuangan Yellen dan Ketua Fed Powell,” kata ANZ Research dalam catatan hariannya.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan dalam sambutannya yang disiapkan untuk sidang kongres pada Selasa bahwa pemulihan AS telah berkembang "lebih cepat dari yang diperkirakan secara umum dan tampaknya akan menguat".

Powell dan pejabat Fed lainnya diperkirakan akan membuat lebih banyak pernyataan pekan ini.

Harga minyak mentah stabil setelah aksi jual, bahkan ketika penguncian baru virus corona Eropa meredam harapan pemulihan yang cepat.

Di tempat lain dalam komoditas, harga aluminium mencapai level tertinggi sejak Juni 2018 karena investor khawatir upaya China untuk mengurangi polusi pabrik peleburan akan membatasi produksi.

ANTARA

Berita Terbaru