Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kades Ayawan Sebut Sejak 1979 Tidak Pernah Ada yang Mempermasalahkan Lahan 12 Hektare Warganya

  • Oleh Naco
  • 13 April 2021 - 13:30 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Sarudin, Kepala Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan menyebutkan tidak pernah ada yang mempermasalahkan lahan seluas 12 hektare yang kini tengah bergulir melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sampit.

"Sejak 1979 sampai 2018, tidak ada yang mempermasalahkan lahan itu," kata Sarudin dalam sidang dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai Darminto Hutasoit.

Kasus ini bergulir ke pengadilan, setelah M Abdul Fatah menggugat Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya.

Dia melayangkan gugatan itu setelah diproses secara pidana oleh pihak balai tersebut karena dianggap menggarap kawasan hutan.

Sementara itu lebih lanjut Sarudin mengatakan tidak pernah tahu kalau kawasan itu masuk areal hutan. Bahkan dirinya menyebut, pihak PT Kesuma Perkasa Wana tidak pernah melakukan sosialisasi ke desa jika menyebut lahan itu kawasan mereka yang masuk sebagai kawasan hutan.

"Jika saya tahu itu kawasan hutan tidak akan saya keluarkan SPPT itu," ucap Sarudin, saksi yang dihadirkan Rendha Ardiansyah kuasa hukum Abdul Fatah itu.

Sarudin menyebutkan, lahan itu dikuasai secara turun temurun oleh orangtua Abdul Hadi. Kemudian dilanjutkan Abdul Hadi dan adik-adiknya.

Pada 2018 oleh Abdul Hadi dengan ketiga adiknya dijual dengan Abdul Fatah dan SPPT dikeluarkan oleh Sarudin kala itu.

"SPPT itu 3 atas nama Abdul Hadi dan masing-masing satu 1 SPPT atas nama adiknya Misnawati, Norlaila dan Basuri, di mana 1 SPPT itu luasnya 2 hektare," tukas Sarudin.

Seperti diketahui Selasa, 13 April 2021 dalam gugatan penggugat sebelumnya disebutkan kalau tergugat dianggap melawan hukum, apabila diperhitungkan dalam isi gugatan itu maka penggugat mengalami kerugian yakni membeli tanah tersebut sebesar Rp 87.650.000, biaya pengelolaan lahan dan biaya penanaman kepala sawit yaitu sebesar, Rp 100.000.000, sehingga kerugian Materil yang timbul akibat perbuatan Tergugat adalah sebesar, Rp 187.650.000

Bahwa kerugian Inmateril yang timbul akibat Perbuatan Tergugat yang melawan hukum sebagaimana Pasal 30 Huruf (b), Peraturan Presiden Nomor: 88 tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan; yang melakukan penangkapan, hingga penahan serta penetapan Penggugat sebagai Tersangka adalah kerugian moril, dan penderitaan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahwa apabila di nominalkan sebesar Rp 1.500.000.000.

Mereka juga dalam gugatan perdata itu jika terus berlanjut memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sampit atau Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk kira juga menetapkan uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp 5.000.000 per hari yang harus dibayarkan tergugat. (NACO/B-11)

Berita Terbaru