Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bulungan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Integrasi Data Pertanian Indonesia

  • Oleh Penulis Opini
  • 30 September 2021 - 21:50 WIB

HARI Statistik Nasional yang jatuh pada 26 September, kembali mengingatkan masyarakat akan pentingnya data berkualitas untuk Indonesia yang tangguh dan tumbuh. Pemerintah pun semakin memahami pentinganya data dalam menentukan pengambilan kebijakan yang tepat. Tak heran, bila Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa data adalah jenis kekayaan baru yang bahkan lebih mahal dari harga minyak.

Seiring dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya data, pemenuhan data yang berkualitas menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Sering kali masyarakat menemukan tumpang tindah data yang dihasilkan oleh berbagai kementerian atau lembaga pemerintah. Tumpang tindih data dengan hasil yang berbeda bukan hanya membingungkan masyarakat, namun juga menimbulkan keraguan terhadap keakuratan data yang dihasilkan.

Pemerintah perlu mengambil langkah nyata guna memastikan data yang dikumpulkan memiliki kualitas yang baik.  Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan Pepres 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia dan menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai Pembina Data dalam berbagai kegiatan pengumpulan data statistik. Penunjukkan BPS sebagai Pembina Data terjadi karena BPS merupakan lembaga pemerintah non kementrian yang tidak memiliki kepentingan apapun dalam mengumpulkan data dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Melalui langkah ini pemerintah berharap tidak terjadi lagi tumpang tindih data yang dihasilkan antar kementerian/lembaga.

Salah satu data populer yang sering kali menjadi perdebatan dalam masyarakat adalah kualitas data pertanian. Sebagai negara agraris, data pertanian yang kurang lengkap, tidak terintegrasi antara satu lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah lain dan menghasilkan angka yang berbeda-beda, memicu lahirnya perdebatan. Pemenuhan data pertanian yang terintegrasi menjadi sangat penting untuk segera dilakukan. Dalam menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2021 ini BPS melahirkan sebuah Survei Pertanian Terintegrasi yang dikenal dengan nama SiTasi. SiTasi merupakan upaya inovatif dalam melakukan survei terintegrasi di sektor pertanian. Nantinya survei ini juga akan dijadikan sebagai masukkan bagi perencanaan Sensus Pertanian yang akan diselenggarakan tahun 2023.

Lahirnya SiTasi merujuk pada Agricultural Integrated Survey (AGRIS) yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).  SiTasi tidak hanya menjadi sistem yang mengintegrasikan data pertanian, namun juga membantu dalam memenuhi kebutuhan data Sustainable Development Goals (SDG’s). Berbagai keunggulan ini dapat terjadi karena SiTasi dirancang untuk memperbaiki kualitas data pertanian pada dimensi teknis, ekonomi, lingkungan dan juga sosial.

Kegiatan yang berlangsung pada 22 September hingga 5 November 2021 ini sangat penting untuk terus dikawal. Sebab, sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, data pertanian yang berkualitas menjadi sangat penting. Indonesia dengan luas wilayah daratan sebesar 1,9 juta kilometer persegi, kondisi iklim tropis dan sumber daya manusia yang melimpah seharusnya sudah mampu menjadikan sektor pertanian sebagai sektor potensial yang memberikan banyak keuntungan.

Nyatanya, meskipun sektor pertanian menyerap 29,59 % dari total tenaga kerja yang ada, Indonesia belum mampu memaksimalkan potensi sektor pertanian untuk dapat mendongkrak pendapatan masyarakat. Tak heran, hingga saat ini Indonesia belum mampu untuk mengalami swasembada pangan. Sebuah kondisi yang menunjukkaan bawah Indonesia mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan pangan seluruh masyarakatanya. Kondisi ini penting sekali untuk tercapai guna mencegah terjadinya krisis pangan terutama dimasa-masa sulit seperti pandemi.

Sebagai upaya untuk membawa Indonesia mencapai swasembada pangan, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sedang fokus membangun food estate di dua provinsi yang ada di Indonesia. Fokus pertama pembangunan food estate dilakukan di Provinsi Kalimantan Tengah dengan membangun 168 ribu hektar lahan food estate di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas.

Wujud keberhasilan pembangunan food estate ini, diharapkan mampu menjadikan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai lahan produksi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Hal yang juga menarik untuk diperhatikan, pembangunan food estate seharusnya akan mendongkrak potensi pertanian di Provinsi Kalimantan Tengah itu sendiri.  Sebab data BPS menunjukkan, sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menjadi penggerak ekonomi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Pada tahun 2020, sektor ini mampu menyerap  502 ribu tenaga kerja yang merupakan 38,15% dari total tenaga kerja yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Sepanjang tahun 2020 pun, sektor ini mampu memberikan sumbangsih sebesar 21,80% bagi pendapatan daerah (tergambar melalui PDRB/Produk Domestik Regional Bruto) di Provinsi Kalimantan Tengah yang nilainya mencapai Rp. 33.179 milyar.

Sayangnya, sektor pertanian belum memberikan kesejahteraan bagi para pekerjanya. Data BPS menunjukkan rata-rata gaji bersih per bulan bagi pekerja pertanian di Provinsi Kalimantan Tengah hanya mencapai Rp. 2,56 juta bagi pekerja formal dan Rp. 1,44 juta bagi pekerja informal. Rata-rata gaji bersih ini cukup jauh di bawah upah minimum regional (UMR) Provinsi Kalimantan Tengah yang berada di level Rp. 2,90 juta.

Berita Terbaru