Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Teluk Wondama Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Meskipun Terdampak Pandemi, Penduduk Kalimantan Tengah Makin Bahagia

  • Oleh Penulis Opini
  • 06 Januari 2022 - 11:15 WIB

PEMBANGUNAN secara umum telah diukur secara makro dengan ukuran-ukuran objektif. Namun, ukuran tersebut belum cukup, karena masih perlu ukuran subjektivitas dari apa yang dirasakan oleh masyarakat terhadap hasil pembangunan.

Apakah daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi akan memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah Apakah daerah dengan tingkat pengangguran tinggi akan memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah Atau apakah daerah dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi pula Ataukah penduduk yang tinggal di wilayah yang memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi akan lebih bahagia dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah dengan PDRB rendah Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya muncul karena kelemahan ukuran pembangunan secara makro.

Indikator ekonomi makro, seperti IPM, angka kemiskinan, besaran inflasi maupun tingkat pengangguran, menurut penelitian, ternyata masih menyisakan dua kelemahan mendasar yaitu: tidak mampu menggambarkan tingkat kemakmuran (welfare) ataupun kesejahteraan (well-being) bagi seluruh penduduk secara nyata, serta tidak dapat merefleksikan pemerataan pendapatan bagi semua penduduk di suatu wilayah.

Berbagai Indikator ekonomi makro di atas pada dasarnya mengukur semua nilai tambah yang dihasilkan dari faktor produksi di suatu wilayah dalam suatu periode waktu (bulanan, triwulanan, maupun tahunan) tanpa mempertimbangkan adanya dampak positif dan negatif bagi kehidupan penduduk yang mengkonsumsi hasil produksi tersebut.

Di antara seluruh konsumsi penduduk tersebut, terdapat beberapa konsumsi seperti: rokok, alkohol, zat adiktif, dan sebagainya, yang justru dapat berdampak negatif terhadap kehidupan para penduduk serta berkemungkinan untuk menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah itu sendiri.

Sementara itu, pelemahan bahkan krisis ekonomi secara berkepanjangan hingga saat ini yang dialami sebagai dampak pandemi oleh berbagai negara berpendapatan perkapita tinggi, telah menunjukkan kepada kita betapa indikator ekonomi makro tersebut sesungguhnya hanya memberikan perspektif yang bersifat parsial dan tidak menyeluruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan kehidupan penduduk di suatu wilayah.

Penggunaan indikator kesejahteraan untuk mengevaluasi perkembangan pembangunan pada suatu negara, pada umumnya dipahami 2 (dua) hal, yaitu: 1) indikator ekonomi makro, misalnya: produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi, merupakan indikator pembangunan yang parsial dan kurang sempurna dalam merepresentasikan tingkat kesejahteraan penduduk, dan 2) indikator kesejahteraan dianggap penting oleh sebagian besar penduduk dalam mendefinisikan keberhasilan pembangunan nasional. Namun demikian, indikator ekonomi makro yang telah digunakan selama ini tidak akan diabaikan atau digantikan dengan indikator kesejahteraan begitu saja.

Sementara, hingga saat ini ukuran subjektif belum menjadi konsensus, sebagai ukuran hasil pembangunan berdampingan dengan ukuran objektif lainnya. Badan Pusat Statistik mencoba untuk membangun suatu ukuran yang objektif dalam mengukur tingkat kebahagiaan yang intangible  ini. Alat ukur yang dibangun tersebut diberi nama Indeks Kebahagiaan.

Indeks Kebahagiaan dibentuk sebagai ukuran pembangunan yang bersifat subjektif ditawarkan untuk melihat persepsi masyarakat, tentang apa yang dirasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. BPS telah melaksanakan kajian tentang tingkat kebahagiaan beberapa kali, yaitu uji coba tahun 2012 dan 2013, kemudian survei pengukuran tingkat kebahagiaan (SPTK) sebanyak 3 kali, tahun 2014, 2017, dan yang terbaru pada 2021. Pendekatan yang digunakan adalah kepuasan hidup (life satisfaction), afeksi (affection), dan eudaimonia atau makna hidup.

Meskipun kebahagiaan adalah suatu objek intangible atau suatu objek yang tidak memiliki wujud atau bentuk fisik yang nyata, kebahagiaan didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai kesenangan dan ketentraman hidup lahir dan batin.

Berita Terbaru