Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Karimun Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Anggota DPR Apresiasi Keputusan Jokowi Cabut Pelarangan Ekspor CPO

  • Oleh ANTARA
  • 20 Mei 2022 - 11:41 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang mencabut kebijakan penghentian sementara (moratorium) ekspor minyak sawit mentah atau "crude palm oil" (CPO) dan turunannya.
 
"Menurut saya memang sudah saatnya karena saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit atau PKS yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan," kata Deddy dalam keterangannya, Kamis 19 Mei 2022.
 
Sejak awal politikus PDI Perjuangan ini konsisten menolak moratorium itu. Alasannya, hal itu hanya akan merugikan petani kecil. Pemerintah sendiri menerima banyak keluhan dari kelompok petani atas keputusan itu.
 
Dan akhirnya, kata dia, pemerintah membuka keran ekspor minyak goreng dan "crude palm oil" (CPO) mulai Senin (23/5). Keputusan tersebut diumumkan oleh Presiden Joko Widodo melalui keterangan resminya secara virtual, Kamis.

 
Menurut Deddy, moratorium ini memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama karena yang akan terpukul paling keras adalah rakyat petani di bawah.
 
Moratorium membuat PKS menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50 persen. "Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat," kata Deddy.
 
Tidak hanya itu, selain menyengsarakan rakyat, moratorium membuat petani kesulitan untuk membeli pupuk dan pestisida yang harganya sudah melonjak tajam.

 
Oleh karena itu, jika moratorium dibiarkan terlalu lama, menurut Deddy, maka bisa dipastikan produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi pada tahun berikutnya.
 
"Apalagi jika petani memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti bank, kredit angkutan, dan lainnya. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik pencabutan moratorium ekspor sawit ini," ujarnya.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini berharap agar pemerintah sudah menyiapkan strategi dan kebijakan jangka panjang untuk memastikan masalah kelangkaan dan harga yang terlalu tinggi tidak terulang di masa yang akan datang.
 
"Menurut saya, kuncinya ada di hulu, yaitu pada penetapan harga TBS dan CPO khusus untuk minyak curah dan kemasan sederhana yang menjadi konsumsi rakyat kecil," ucapnya.
 
Untuk itu pemerintah harus memberlakukan kembali kebijakan "donestic market obligation" (DMO) dan harga eceran tertinggi (HET) terpadu untuk menjamin tersedianya pasokan secara terus menerus.
 
"Mudah-mudahan pemerintah sudah punya solusi terkait masalah pasokan ini, jantungnya ada di sana. Jika pemerintah memberlakukan kembali DMO dan HET, maka syaratnya adalah penguasaan pemerintah terhadap CPO dan minyak goreng tersebut agar tidak terjadi manipulasi, spekulasi, dan penyeludupan. Jadi pemerintah harus menguasai barangnya," kata Deddy.


Masalah penting lain, katanya, adalah distribusi. Khusus untuk minyak goreng curah dan kemasan sederhana hasil DMO harus dalam penguasaan atau pengawasan ketat pemerintah. Jika dilepas ke pasar, maka akan kembali rentan terhadap manipulasi, spekulasi, dan penyeludupan.
 
Pemerintah, kata dia, bisa menugaskan BUMN, BUMD, koperasi atau swasta yang terverifikasi untuk menyalurkan kepada pengusaha kecil, pasar tradisional atau konsumen masyarakat bawah.
 

Deddy berharap agar pengaturan tata niaga dan distribusi CPO dan turunannya dikembalikan kepada Kementerian Perdagangan sesuai perintah UU Perdagangan dan UU Pangan.
 
Badan Ketahanan Pangan dapat ditugaskan untuk menjadi pengawas dari seluruh rantai pasok sawit dan turunannya serta komoditas-komoditas penting lainnya.
 
Moratorium ini memberikan pelajaran berharga bagi pengusaha dan pengambil kebijakan bahwa semua pihak bisa berdarah-darah.
 
"Semoga perbaikan tata niaga dan rantai pasok dilakukan secara fundamental tidak akan sia-sia. Sudah puluhan triliun rupiah uang yang berputar di dalam industri sawit dan produk turunannya terbuang percuma, jangan sampai tidak ada perbaikan yang signifikan," kata Deddy.
 
Dia meminta agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil. "Tidak saja kepada pengusaha sawit yang nakal, tetapi juga para spekulan, pelaku penyeludupan, dan pabrik yang memainkan sawit produksi rakyat," tegasnya.

ANTARA

Berita Terbaru