Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kapuas Hulu Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Wayan Supadno: Kebijakan Pemerintah Sebabkan Krisis Harga Sawit Menguntungkan Malaysia

  • Oleh Wahyu Krida
  • 07 Juli 2022 - 14:00 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit belakangan ini tentunya sangat memukul para petani Indonesia. Namun ironisnya hal tersebut malah menguntungkan negara tetangga yaitu Malaysia.

Pasalnya, dengan harga jual TBS di Malaysia yang mencapai Rp 4.500 - Rp 5.000 per-kg, petani sawit yang lokasinya berdekatan dengan negara jiran tersebut, mulai menjual buah sawit yang dipanennya ke negara itu.

Menurut petani sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) yang juga merupakam anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Wayan Supadno, Kamis, 7 Juli 2022, anjloknya harga TBS belakangan ini lantaran kebijakan kebijakan tata niaga sawit yang ditetapkan pemerintah, dianggap tidak berpihak pada pengusaha dan petani sawit.

"Hal ini disebabkan dari tingginya pajak ekspor atau bea keluar produk turunan sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO), pungutan dan flush out yang dirasakan terlalu besar serta tidak wajar yang berkisar antara 55% atau Rp 11 juta/ton : Rp 20 juta/ton X 100% dari harga CPO global. Tentunya hal ini mempersulit bagi pengusaha dan membawa efek domino yang berpengaruh pada petani sawit mandiri yang berasal dari kalangan masyarakat," jelas Wayan Supadno.

Selain hal tersebut, eksportir juga mengeluh lantaran sebagian pelanggannya sudah berpaling ke CPO Malaysia.

"Pajak ekspor atau bea keluar US $ 288/ton. Pungutan ekspor oleh BPDPKS US $ 200/ton. Flush out US $ 200/ton. Sehingga total beban US $ 688 setara Rp 11 juta/ton. Kondisi ini juga membuat beban berat bagi pengusaha tangki timbun refinery dan CPO di PKS," jelas Wayan Supadno.

Menurut Wayan Supadno, karena terus mengendap di tangki timbun pastinya CPO tersebut terancam masa kadaluarsanya.

"Karena itulah 6,1 juta ton CPO setara devisa Rp 135 triliun. Juga biaya operasional harian tinggi sekali. Mendongkrak biaya produksi (HPP) makin naik. Saat harga CPO turun akibat mulai panen raya minyak nabati dunia, pesaing sawit. Menekan harga CPO domestik, tender 2 hari lalu di PT KPBN Rp 7.700/kg CPO. Padahal CPO global Rp 19.000/kg CPO," jelas Wayan Supadno.

Menurut Wayan Supadno karena petani sawit dalam bisnis sawit berada di ruas paling hulu, pasti jadi tumpuan multi beban beratnya.

"Jika mau ekspor pemerintah dapat dari pungutan ekspor US $ 200/ton. Bea Keluar Pajak Ekspor US $ 288/ton. Flush Out US $ 200/ton. Totap US $ 688/ton setara Rp 10.5 juta/ton CPO. Sisanya ke petani hanya Rp 7,7 juta/ton di Pelabuhan setara TBS Rp 1.200/kg TBS di PKS. Padahal biaya produksi (HPP) Rp 1.800/kg," jelas Wayan Supadno.

Berita Terbaru