Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. OKU Selatan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Syarat Booster Bagi Pengguna Transportasi Publik Akan Berdampak Terhadap Pemulihan Ekonomi

  • Oleh Muhammad Hamim
  • 20 Juli 2022 - 16:31 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Ketua harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Haryo Soekartono mengkritisi kebijakan Pemerintah yang mewajibkan syarat booster bagi para pengguna transportasi publik, sebagaimana merujuk SE Satgas covid-19 Nomor 21 dan 22 Tahun 2022. 

Kebijakan ini sangat tidak tepat ditengah geliat pemulihan ekonomi Nasional. Pengguna transportasi publik massal di Indonesia jumlahnya masih minim bila dibandingkan dengan transportasi online dan pribadi.

"Prosentase, pengguna transportasi publik massal hanya sekitar 12 % dari total yang menggunakan transportasi publik tidak massal dan transportasi pribadi. Sehingga bila ini diterapkan tidak akan berdampak terhadap kekebalan komunal (herd immunity)," ujar Bambang Haryo. 

Dirinya juga menjelaskan, dampak  pada perpindahan dari transportasi publik beralih ke transportasi pribadi dan berdampak macet/traffic jam, serta peningkatan kecelakaan di jalan raya"Ungkap Bambang Haryo. 

Dari sisi pemborosan, kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi bertambah dan seharusnya pemerintah paham dengan adanya masyarakat menggunakan transportasi pribadi, maka perpindahan/pergerakan masyarakat semakin sulit dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah.

"Seharusnya, sebelum mengeluarkan kebijakan. Pemerintah perlu melakukan kajian dan penelitian, hal ini dapat dibuktikan bahwa booster bukan segala-galanya untuk mencegah covid-19," kata Bambang

Terbukti di Indonesia, warga yang sudah booster sampai dengan saat ini hanya 19%, dari total penduduk yang mencapai 267 juta jiwa. Begitu juga dengan pertambahan kasus hingga 12 Juli 2022 adalah 3.361 kasus perhari. 

Sedangkan di Taiwan yang sudah booster 73% dari total penduduk 23 juta jiwa, per 12 Juli 2022 tambahan kasus sebesar 28.972 kasus perhari. Singapura yang sudah booster 74% dari 5 juta jiwa, saat ini ada tambahan kasus sebesar 5.974 kasus perhari. 

"Di India, yang boosternya baru 3% dari total penduduk 1,38 milyar jiwa, pertambahan kasus perhari hanya 13.000 kasus. Sedangkan Jerman yang boosternya sudah 69% dari total penduduk 83 juta jiwa, jumlah pertambahan kasus sebesar 127.000 perhari," terang Bambang. 

Demikian bila di Indonesia, DKI Jakarta  vaksin 1 dan 2 mendekati 100%, booster sudah lebih dari 40% dari jumlah penduduk 10,56 juta jiwa denhan penambahan kasus sebesar 3.584 perhari. Sedangkan Aceh dosis kedua masih 29% dan booster mendekati 0% dari jumlah penduduk 5,27 juta jiwa. Namun pertambahan kasus 0%.

"Hampir seluruh negara di dunia tidak membutuhkan lagi sertifikat vaksin sebagai persyaratan menggunakan transportasi publik massal dalam negeri. Sebagai contoh di Jepang bahkan yang tidak vaksinpun bisa menggunakan transportasi publik dengan tidak ada diskriminasi antara masyarakat yang sudah divaksin maupun yang tidak bervaksin. Di dua negara, yakni Australia dan jepang vaksin tidak menjadi kewajiban," kata Bambang. 

Dirinya yakin Menteri Perhubungan mengetahui itu, karena baru satu bulan yang lalu berkunjung ke Jepang, termasuk saya sendiri. Begitu juga di Australia tidak menggunakan sertifikat vaksin untuk naik transportasi publik massal. Bahkan pada 19 Juli 2022, Pemerintah Australia membebaskan Turis masuk tanpa sertifikat vaksin. 

Ia juga menjelaskan, bahwa jumlah negara yang menerapkan wajib vaksin hanya sedikit. Yakni hanya 4 negara dari 195 negara. Yaitu Indonesia, Ekuador, Tajikistan dan Turkmenistan. 

Bahkan di Jerman, sempat ada wacana akan diterapkannya wajib vaksin. Namun karena banyaknya Masyarakat sana yang kontra dengan wacana tersebut, alhasil wacana tersebut dibatalkan, pemerintah Jerman sangat mendengar keluhan masyarakatnya, beda dengan di Indonesia.

Maka penerapan penggunaan sertifikat Booster yang akan diterapkan pada transportasi publik massal oleh pemerintah pada tanggal 17 Juli 2022 yang tentunya bisa menghancurkan transportasi publik massal dan ekonomi masyarakat. 

"Seyogyanya kebijakan Persyaratan Booster di transportasi publik dicabut. Karena kita butuh transportasi publik massal darat, laut, dan udara yang kuat. Untuk mengantisipasi negara kepulauan yang mempunyai jumlah penduduk yang besar," terang Bambang

Seharusnya pemerintah tidak menambahkan beban lagi kepada masyarakat dan pelaku usaha transportasi. Karena saat ini baru membangun ekonominya dari kehancuran akibat kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan aturan ditengah pandemi Covid-19. (HAMIM/B-11)

Berita Terbaru