Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kejanggalan-Kejanggalan Proyek Segintung

  • 23 Maret 2016 - 22:34 WIB

BUPATI Seruyan Sudarsono merasa kaget dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan Pelabuhan Segintung. Dirinya berpendapat, banyak kejanggalan-kejanggalan dalam penggarapan proyek yang dikerjakan sejak era Bupati Darwan Ali ini, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. 

Bagaimana sebenarnya kasus tersebut Berikut ini kronologi yang disampaikan Sudarsono dalam siaran persnya yang diterima Borneonews, Rabu (23/3/2016) siang. 

Pada 16 April 2007, perjanjian kontrak pekerjaan multiyears pembangunan Pelabuhan Teluk Segintung di Kabupaten Seruyan senilai Rp112,736 miliar ditandatangani oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Pihak Pertama) dan Direktur PT Swakarya Jaya/SKJ (Pihak Kedua). Namun, selanjutnya terjadi perubahan kuantitas pekerjaan, dengan adanya addendum pada 10 Agustus 2007, dan perubahan nilai kontrak menjadi Rp127,441,381 miliar.

Pada 28 November 2011, ditandatangani perjanjian klaim pembayaran sebesar Rp 46,747,4 miliar karena pekerjaan proyek tahun 2007-2010 telah selesai. Pada hari yang sama, pembayaran diberikan kepada SKJ sebesar Rp2 miliar. Lalu, pada 21 Maret 2012, dilakukan kembali pembayaran sebesar Rp10 miliar, sehingga total pembayaran sebesar Rp12 miliar.

Pada 15 Agustus 2012, terbit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Seruyan tahun 2011. Dalam LHP-BPK RI tersebut, banyak temuan terkait pekerjaan proyek pembangunan Pelabuhan Segintung.

Salah satu rekomendasi BPK RI memerintahkan secara tertulis kepada Kepala Dishubkominfo Kabupaten Seruyan untuk mempertanggungjawabkan pembayaran klaim proyek pembangunan Pelabuhan Laut Segintung yang telah terealisasi sebesar Rp12 miliar dan menyetorkan kepada kas daerah serta tidak membayarkan sisanya.

Digugat ke PN Sampit

Merasa hak-haknya tidak dipenuhi terkait sisa pembayaran atas klaim proyek pembangunan Pelabuhan Teluk Segintung sebesar Rp34,747,4 miliar, SKJ mengajukan gugatan wanprestasi kepada Pemkab Seruyan. 

Pada 3 Mei 2013, Pengadilan Negeri (PN) Sampit mengabulkan sebagian gugatan SKJ dan memerintahkan Pemkab Seruyan untuk membayarkan klaim sisa pembayaran sebesar Rp34,747,4 miliar berikut kewajiban bunga bank yang berlaku umum yaitu sebesar 1 persen (Rp 347,474 juta) per bulan sejak adanya putusan perkara tingkat pertama.

Majelis hakim juga memerintahkan mediasi, namun tidak terjadi titik temu. Pada 13 Mei 2013, Pemkab Seruyan melakukan banding.

Namun, pada 28 Juni 2013, permohonan banding tersebut dicabut sendiri oleh Pemkab Seruyan, sehingga putusan PN Sampit memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).  

Patuhi Rekomendasi BPK RI

Pada 23 Juli 2013, Gubernur Kalteng Agustin Terang Narang melantik Bupati Seruyan periode 2013-2018, Sudarsono. Konsekuensi hukum kasus ini pun menjadi tanggung jawabnya. 

Sudarsono lalu melakukan kajian mendalam terhadap proyek Segintung serta implikasi hukum dari kebijakan yang diambilnya, antara lain, berkoordinasi dengan surat kepada Kementerian Dalam Negeri RI di Jakarta pada 1 Oktober 2013. Namun, surat itu tak berbalas hingga kini.

Bupati yang terpilih melalui jalur perseorangan ini juga meminta Fatwa Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta perihal penundaan eksekusi. Jawaban dari MA, menyerahkan masalah ini kepada PN Sampit.

Ia juga melayangkan surat koordinasi pada Dirjen Anggaran Daerah Kementerian Dalam Negeri RI di Jakarta pada 20 Februari 2014, untuk meminta petunjuk terkait penganggaran dan pembayaran utang kepada pihak ketiga. Namun hingga kini surat tersebut juga belum mendapat jawaban.

Selain itu, dalam APBD Seruyan 2014, juga dialokasikan anggaran Rp34,7 miliar untuk pembayaran proyek tersebut, dengan catatan harus ada upaya-upaya hukum terlebih dulu oleh Pemkab Seruyan sebelum pembayarannya. Bupati Seruyan pun lalu meminta audit khusus investigasi kepada BPK RI.

Pada 19 Desember 2014, hasil audit investigasi proyek Pelabuhan Segintung menjelaskan secara detail, rinci, dan sangat gamblang tentang kerugian negara akibat banyaknya temuan dalam proyek tersebut.  Temuan itu adalah: Proses pelelangan sampai pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai ketentuan. 

Pada LHP BPK RI Tahun 2010 menyebutkan adanya kejanggalan-kejanggalan dalam proses pengadaan sampai dengan pelaksanaan, antara lain: 

I) Cacat dalam proses pengadaan pekerjaan pembangunan.

Semua jaminan dari keenam perusahaan yang mengikuti pelelangan tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini kemampuan dasar (KD) pemenang lelang tidak mencukupi, KD=2xNPt. Dalam dokumen prakualifikasi, NPt (pengalaman tertinggi tujuh tahun terakhir) yang dimiliki PT SKJ sebesar Rp19,896 miliar. Dengan formula Kemampuan Dasar (KD)=2NPt, maka diperoleh hasil kemampuan dasar pemenang lelang adalah sebesar Rp39,792 miliar. Kesimpulannya, penyedia barang/jasa tidak memenuhi syarat melaksanakan jasa pemborongan senilai Rp112,750 miliar. 

Kemudian, sebanyak empat penawar lelang yang dimintai konfirmasi menyatakan tidak pernah memasukkan penawaran dalam penawaran pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung. PT SKJ juga tidak memiliki pengalaman teknis pembangunan pelabuhan/dermaga yang terletak di tepi laut. 

Selanjutnya, ada indikasi yang membuat keenam dokumen penawaran hanya satu pihak. Kejanggalan lainnya, pemenang lelang ditetapkan oleh kepala dinas, dan penandatangan kontrak tidak menggunakan pendapat ahli hukum profesional. Jaminan pelaksanaan dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. 

II) Ada cacat dalam pelaksanaan pembangunan.

Cacat itu misalnya tercermin dalam adendum kontrak lebih dari 10% dari nilai kontrak awal. Adendum kontrak juga tidak diikuti penambahan nilai jaminan pelaksanaan. Adendum kontrak diikuti pula dengan perpanjangan jaminan pelaksanaan. 

(III) Adanya kerugian dan pemborosan keuangan daaerah.

Kerugian daerah disebabkan oleh kesalahan hitung secara kompleks, antara lain terdapat perhitungan PPN dalam analisis dihitung ganda sebesar Rp4.023.808.285. Lalu, terdapat pemborosan daerah sebesar Rp12.600.147.136. Pembayaran penyesuaian harga pada pembangunan Pelabuhan Segintung belum dilakukan sesuai dengan ketentuan kontrak.

Pertimbangannya, tidak dicantumkannya penggunaan cost factor sebagai dasar perhitungan penyesuaian harga dalam dokumen kontrak. Lalu ada indikasi dokumen kontrak yang berkaitan formula perhitungan penyesuaian harga dan cost factor disisipkan di kemudian hari. Selanjutnya, penyelidikan proses tender oleh Kejaksaan Tinggi Kalteng masih dimungkinkan untuk dibuka kembali. Dan, terdapat realisasi belanja atas klaim proyek yang tidak sesuai ketentuan.

Banyaknya temuan audit investigasi BPK RI pada 2014 tersebut, membuat Bupati Sudarsono semakin berhati-hati menyikapi proyek pembangunan Pelabuhan Laut Segintung tersebut. Temuan audit investigasi BPK RI ini kemudian dijadikan novum (bukti baru) oleh Pemkab Seruyan untuk Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) RI.

Selain itu, temuan audit investigasi BPK RI ini, menjadi salah satu landasan hukum, sehingga Bupati Seruyan dan DPRD Kabupaten Seruyan sepakat untuk tidak mengalokasikan anggaran Rp34,7 miliar pada APBD 2015.

Dilaporkan ke Mabes Polri

Sebelumnya, pada 6 Mei 2014, jurusita PN Sampit hendak melakukan eksekusi atas putusan PN Sampit, namun tidak berhasil. Berdasarkan Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 tahun 2014, 'Siapa pun Tidak Berhak Menyita Barang Milik Negara.'

Lalu, Tjiu Miming Apriliyanto (Direktur PT SKJ) melaporkan kasus ini ke Polda Kalteng. Namun, merasa pengaduan ke Polda Kalteng terkesan direspons lamban, Tjiu Miming Apriliyanto langsung mengadukan masalah ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri di Jakarta. 

Singkat cerita, setelah diperiksa dan melakukan gelar perkara di Biro Wassidik Bareskrim Polri pada 14 Maret 2016, merekomendasikan peningkatan status terlapor menjadi tersangka terhadap Bupati Seruyan Sudarsono, Kadishubkominfo Pincianto, dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKA) Taruna Jaya dengan tuduhan menggelapkan uang sitaan. 

Sudarsono menegaskan, tuduhan tersebut tidak benar. 'Sebab, barang bukti uang sitaan dimaksud masih utuh di dalam rekening BPD Kalteng dan melebur menjadi dana APBD pada tahun anggaran berikutnya.,' jelasnya.

Sudarsono mengatakan, ia hanya ingin konsisten dengan hasil pemeriksaan BPK RI. 'Tidak ada kerugian negara sepeser pun atas tindakan ini,' tegasnya. (B-10)

Berita Terbaru