Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Solok Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pelaku dan Korban Tragedi 1965 Sama-sama Depresi

  • 19 April 2016 - 20:08 WIB

PSIKIATER Mahar Agusno, mengatakan baik korban maupun pelaku pembantaian pasca Gerakan 30 September 1965 sama-sama mengalami depresi. Bahkan, menurut Mahar, depresi yang dialami pelaku lebih berat dibandingkan korban.

Mahar mengatakan pelaku lebih merasa tersiksa ketika semakin tua, dan mendekati kematian. 'Saya pernah menangani klien yang dulunya sebagai tentara dan membunuh orang PKI. Dia mengalami gangguan stress pasca-trauma hingga menderita stroke. Dan dia bermimpi bermain bola dengan orang yang dibunuhnya,' kata Mahar dalam hari kedua Simposium Nasional Tragedi 1965 di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Sementara dari sisi korban, Mahar menuturkan terjadi gejala gangguan kesehatan jiwa setiap kali kliennya menghadapi peningkatan permasalahan hidup, yang mengingatkan peristiwa traumatik itu. 

Berdasarkan penelitiannya pada 46 korban dalam rentang usia 48 sampai 85 tahun di Yogyakarta sepanjang 2014-2016, secara mendetail masalah yang dihadapi korban tragedi 1965 bisa dikelompokkan dalam depresi, pengalaman traumatis, penyakit organik, keluhan yang berkaitan dengan lingkungan dan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 

'Mereka juga sering merasa karena tidak bisa berbuat apapun akibat sudah tua, lemah serta sebagian sakit-sakitan,' imbuhnya.

Gejala yang juga diakibatkan oleh pengalaman traumatis juga menyebabkan mereka tidak mau mengikuti kegiatan atau berita politik. Mereka takut kejadian yang sama dialami anak cucu, mimpi disiksa, hingga merasa terus dimonitor.

Lebih jauh lagi, mereka merasa khawatir akan keselamatan orang yang menolongnya dan takut, jika diberikan pelayanan akan berujung pada penangkapan. Mereka juga masih merasa didiskriminasi dan dianggap bersalah serta merasa sistem sekarang belum memulihkan keaadan mereka.

Mahar menambahkan, hampir semua merasakan kesulitan hidup karena harta bendanya habis dan sudah tak bisa bekerja dengan baik. Oleh sebab itu klien perlu segera dicukupi kebutuhan dasarnya, dia berharap hal ini akan mempunyai efek penyembuhan psikologis yang jauh lebih baik.

'Di samping pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan jaminan kesehatan, mereka juga perlu mendapat jaminan untuk

mendapatkan rasa aman agar bisa hidup lebih tenang,' kata dia.

Sementara tokoh NU, Imam Aziz mengatakan kaum perempuan korban tragedi 1965 mengidap trauma lebih mendalam. 'Karena perempuan sasaran yang menjadi objek kekerasan adalah seksual,' kata Imam.

Imam mengatakan, menurut pengalamannya selama berdialog dengan korban, para perempuan ditangkap dan disiksa di tahanan lokal, sebelum akhirnya dipenjara lebih lama lagi. (ANT/B-10)

Berita Terbaru