Aplikasi Sistem Pemetaan Suara Pemenangan Pilkada 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kisah Pilu Napi Wanita Lapas II B Pangkalan Bun

  • Oleh Koko Sulistyo
  • 17 Juni 2016 - 19:30 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Butiran bening menetes tanpa henti dari kelopak mata perempuan itu, ia sesekali menyeka mata indahnya nan lembab dengan ujung jari lentiknya.

Ia lah Ria 41 (bukan nama sebenarnya) wanita berkulit putih yang merupakan warga binaan lapas kelas II B Pangkalan Bun dalam kasus kepemilikan sabu ini harus merasakan kepedihan yang mendalam tanpa orang-orang yang dikasihinya. Sebabnya, Ramadan tahun ini adalah Ramadan pertama yang ia rasakan di dalam lembaga pemasyarakatan.

Saat ia masih menghirup udara bebas, Ramadan adalah momen terindah yang ia rasakan. Kebersamaan dengan orang-orang yang ia cintai selalu mewarnai hari-harinya. Berkumpulnya seluruh anggota keluarga dalam santap sahur serta berbuka puasa adalah saat yang paling dirindukannya.

Air matanya kembali menetes, saat ia mengungkapkan kepedihan yang mendalam saat terngiang ditelinganya si bungsu yang minta dimasakan lauk pauk kesukaannya saat akan berbuka puasa. Ia tertunduk, sesekali ia menengadahkan kepalanya ke atas seakan ingin menahan kucuran air matanya yang tak henti menetes.

"Saya kasihan si bungsu, biasanya ia minta dimasakan lauk kesukaannya, sekarang saya engga bisa lagi menyajikan hidangan itu buat anak saya," tutur Ria saat menceritakan kepada Borneonews di dalam Lapas usai melaksanakan sholat tarawih, Kamis (16/6/2016).

Saat ini tugas sebagai ibu rumah tangga diambil alih oleh sang ayah, segala keperluan anak-anaknya sang ayah yang menyediakan. Ia berharap anak-anaknya, suaminya serta keluarganya selalu sabar dan ia berharap saat indah yang terajut bersama keluarga yang sudah hilang akan ia tebus dilain waktu saat udara bebas kembali ia hirup empat tahun mendatang.

Ria mengaku dibelenggunya kebebasannya adalah harga setimpal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Vonis empat tahun penjara akan ia jalani dengan sabar dan penuh keikhlasan. Ia akan menjadikan momen ramadan sebagai wadah untuk memperbaiki diri, merenungkan semua kesalahan yang ia perbuat di masa lalu.

"Ini akan saya jadikan sebagai pelajaran dan ke depannya saya akan berubah dan kembali ke jalan yang benar. Insyaallah, saya akan kembali kepada keluarga saya dengan jiwa yang baru," kata Ria.

Saat ini suasana yang hilang itu ia dapatkan bersama keluarga barunya sesama warga binaan. Namun hal itu tidak bisa menggantikan seutuhnya sebagaimana ia bersama keluarga di rumah. Kerinduannya sedikit terobati saat suami dan tiga orang anaknya datang membezuk. Saat itulah semua tertumpah, kerinduan terhadap si buah hati.

"Anak saya paling besar SMA, SMP dan yang paling kecil masih di sekolah dasar, si bungsu ini yang terus saya kangeni," ungkap Ria.

Ia kembali berharap dan berdoa semoga keluarganya selalu dalam lindungan Tuhan YME, selalu diberi kesabaran dan kesehatan dan ia meminta doa agar ia cepat kembali berkumpul bersama keluarganya.

"Saya selalu berdoa agar selalu keluarga selalu diberi ketabahan, kesabaran dan dalam lindungan Tuhan Yang Mahaesa," tutup wanita yang berasal dari keluarga mualaf ini. (KOKO SULISYO/m)

Berita Terbaru