Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Semarang Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pemerintah, Industri dan Dunia Pendidikan Harus Bahas Kualitas SDM

  • Oleh Nazir Amin
  • 04 Juli 2017 - 14:42 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pemerintah daerah, kalangan industri, dan pelaku dunia pendidikan harus duduk bersama, membahas masalah kualitas SDM lokal.  Industri sawit, dan hilirisasi CPO di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, berkembang maju, dan cepat, sayangnya tidak diikuti dengan ketersediaan tenaga lokal yang memadai.

"Ini masalah serius, jadi perlu dibahas segera. Perkembangan industri minyak kelapa sawit, dengan adanya Kawasan Industri Citra Borneo Indah (CBI) Group di Tempene, Kecamatan Kumai, Kobar, harus diikuti segera oleh adanya SDM lokal  berkualitas," kata anggota DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Tengah, H. Hamdhani kepada Borneonews, yang menghubunginya, Selasa (4/7/2017).

Seperti diketahui, CBI Group milik pengusaha nasional asal Kalteng, Haji Abdul Rasyid AS sedang membangunan megaproyek Kawasan Industri PT Surya Borneo Industri (SBI), di Tempene, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, sejak 2014. Hilirisasi industri Crude Palm Oil (CPO) itu, akan memproduksi beragam produk industri berdaya saing tinggi, dengan sasaran pasar ekspor.

Kawasan Industri SBI itu, obsesi lama H. Abdul Rasyid AS, Owner Citra Borneo Indah (CBI) Group dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS). Ia ingin membangun megaproyek industri sawit, yang melahirkan produk jadi berbagai turunan minyak kelapa sawit tujuan ekspor. 

Jadi, kelak CBI Group tak lagi jadi penyuplai CPO, dan Kernel, seperti dilakoni selama ini. Haji Abdul Rasyid menginginkan, bahan baku minyak kelapa sawit di Kotawaringin Barat, terutama dari jaringan perkebunan kelapa sawit, yang dibangunnya sejak puluhan tahun lalu, diekspor dalam bentuk produk jadi. Semua diolah menjadi barang industri untuk dunia internasional. 

"Jadi, bukan lagi minyak kelapa sawit. Kami masuk refinery, biodiesel, olio, dan sebagainya, semua untuk kebutuhan pasar internasional," kata mantan anggota MPR RI (1999'2004) utusan daerah Kalimantan Tengah itu, beberapa waktu lalu.

Seperti kata Rudy Ferdinand Bokslag, Head of Downstream Project CBI Group, kepada Borneonews, bulan lalu, Kawasan Industri SBI mengerjakan Downstream project, maksudnya industri hilir, yang terdiri dari beragam industri. Di antaranya, fatty acids, fatty alcihol dan beratus-ratus produk lainnya, semuanya berbahan baku utama CPO, atau minyak kelapa sawit. 

Setidaknya, hampir 300 produk industri dari turunan minyak kelapa sawit, yang sudah dikenal secara luas bisa diproduksi. Meski begitu, dengan berbagai pertimbangan perseroan tentu tidak menyasar semuanya. Dalam fase pertama proyek dalam kawasan seluas 100 hektare itu, ada lima plant atau pabrik yang dikebut pembangunannya; Refinery Plant, Molding Filling dan Packing, Biodiesel plant, Kernel Crushing Plant (KCP), dan Shortening plant.

"Targetnya, awal 2018 produksi minyak goreng kemasan CBI Group dengan brand sendiri akan memasuki pasar, yang terbesar untuk pasar internasional," urai Direktur Komersial PT SBI, Ramzi Sastra, belum lama ini.

Keprihatinan mendalam

Seiring dengan perkembangan yang ada, CBI Group membutuhkan sangat banyak tenaga kerja untuk operasionalisasi Kawasan Industri SBI di Tempene, Kumai itu. Itulah yang menyulut keprihatinan mendalam Hamdhani, karena peluang ribuan posisi itu, tidak ditangkap oleh SDM lokal.

Hamdhani khawatir anak-anak daerah menjadi penonton, tidak ambil bagian dalam bursa tenaga kerja yang sudah dibuka oleh pengusaha kelahiran Kuala Pembuang Haji Abdul Rasyid itu. Jika itu terjadi, kata Hamdhani, dapat menimbulkan kerawanan sosial, yang tak mustahil menyulut konflik horisontal.

"Tidak menutup kemungkinan SDM lokal merasa tersingkirkan di daerahnya sendiri, hanya karena tak ikut bergabung dalam industri yang dibangun anak daerah. Padahal, mereka tak tertampung akibat ketidaksiapan menangkap peluang yang ada," kata Hamdhani, anggota Komisi IV DPR RI.

Karena itu, sebelum masalahnya menjadi runyam, Hamdhani menyarankan adanya dialog intens berbagai pihak, dimotori pemerintah daerah, untuk mengatasinya. Menurut Ketua DPP Partai NasDem bidang Otonomi Daerah itu, dengan urun rembug serius, pasti akan ditemukan solusi cespleng. 

"Harus ada jalan keluar untuk mengatasi ketidaksiapan SDM lokal mengisi berbagai peluang yang diberikan industri sawit, hilirisasi CPO dari CBI Group tersebut, juga peluang dari industri lainnya," kata bekas Senator (anggota DPD RI) asal Kalteng tersebut.

Dari diskusi pemerintah daerah, kalangan industri, dan pelaku dunia pendidikan, bisa saja lahir keputusan membangun SLTA, atau SMK dengan penguatan bidang yang dibutuhkan industri. Bisa juga dengan mendirikan Politeknik, atau perguruan tinggi yang ada membuka jurusan sesuai kebutuhan dunia kerja.

"Tidak ada salahnya juga pemerintah mengirim anak-anak daerah menuntut ilmu ke luar provinsi, dan setelah selesai siap mengabdi di daerah. Lebih bagus lagi kalau anak-anak muda berinisiatif belajar, berkuliah sesuai jurusan yang dibutuhkan kalangan industri," kata Hamdhani, tamatan SMA 1 Pangkalan Bun.

Pengembangan usaha

Seperti diketahui, manajemen Citra Borneo Indah (CBI) Group membutuhkan banyak tenaga kerja untuk operasionalisasi Kawasan Industri di Tempene, Kumai, Kotawaringin Barat. Untuk pengembangan usaha, kata Human Resources Director CBI Group, Budi Setiawan, melalui PT Surya Borneo Industri (SBI), dan PT Citra Borneo Utama (CBU), CBI Group berekspansi di bidang industri hilir.

Di atas lahan seluas 100 hektare, gurita bisnis Haji Abdul Rasyid AS itu, membangun Kawasan Industri SBI. Lewat downstream industri berbahan baku utama crude palm oil, dalam tahap awal CBI Group menggarap refinery & fractionation, oleo chemical, biodiesel, power plant dan lain sebagainya. Intinya, H. Abdul Rasyid menggeluti industri hilir minyak kelapa sawit, yang akan menghasilkan produk industri berdaya saing tinggi, dengan menyasar pasar ekspor. 

Melalui hilirisasi industri CPO itu, anak-anak usaha CBI Group, kata Budi Setiawan membutuhkan putra terbaik Kalteng, yang siap kerja di bawah tekanan, dengan disiplin tinggi. Perseroan membutuhkan tamatan SMK sederajat/DIII/S1 sejumlah bidang. Antara lain, Elektro, Instrumentasi, Kimia, Teknik Mesin, Teknik Kimia, Teknik Industri, Teknik Lingkungan, Teknik Pangan, dan  Akuntansi. 

"Sayangnya dalam rekruitmen resmi, tidak banyak SDM lokal yang terjaring. Ada banyak faktor penyebabnya, di antaranya mereka melamar di luar bidang yang dibutuhkan," kata Budi Setiawan, mantan Head Training & Development Indo Rayon, RGM Group (Februari 1994'November 2000) itu.

Menurut Rudy Ferdinand Bokslag, Head of Downstream Project CBI Group, dalam Kawasan Industri SBI, yang digarap sejak 2014 itu, sedikitnya ada empat perusahaan: PT Surya Borneo Industri (SBI), sebagai pemilik areal industri seluas 100 hektare itu.

Kemudian, PT Citra Borneo Utama (CBU), yang memproduksi minyak goreng (olein) dan stearin. Rudy menyebutkan, akhir tahun ini, minyak goreng kemasan CBI Group sudah diproduksi, dan memasuki tahapan komersial awal 2018. Saat itu, minyak goreng kemasan dengan brand sendiri milik CBI Group sebagian besar akan dilempar ke pasar ekspor, lainnya untuk pasar domestik. 

Berikutnya, PT Citra Borneo Energy (CBE), yang melahirkan produk Biodiesel dan Glycerin. Terakhir, PT Citra Borneo Chemical (CBC), yang menghasilkan fetty acids, fatty alcohol dan produk oleo chemical lainnya. Semua itu akan membuat CBI Group memproduksi tidak saja minyak goreng, tetapi juga biodiesel untuk kebutuhan energi, sampai bahan baku plastik, sabun, kosmetik, obat-obatan, dan sebagainya.

Bagusnya, sebagai pemain lama bisnis dan industri sawit, dengan kepemilikan kawasan perkebunan kelapa sawit, dan pabrik CPO, Kawasan Industri SBI, tidak bakal kerepotan dengan bahan baku. Seluruh kebutuhan minyak kelapa sawit, 2.500 ton per hari untuk operasional Kawasan Industri SBI, bisa dipenuhi dari jaringan CBI Group dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (NAZIR AMIN/B-2). 

Berita Terbaru