Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kab. Blitar Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Semua Ditangani Tim Ahli dari Indonesia

  • Oleh Nazir Amin
  • 10 Juli 2017 - 13:32 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pembangunan Kawasan Industri Surya Borneo Indah (SBI), di atas lahan sekitar 100 hektare, di Tempene, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tanpa tenaga asing. Proyek downstream Citra Borneo Indah (CBI) Group itu, sepenuhnya ditangani tenaga ahli dari Indonesia. Awalnya, tim inti hanya 10 orang, dan bertahap terus bertambah.

"Ya semuanya dibangun oleh putra Indonesia. Awalnya, tim inti yang menangani pembangunan proyek hilirisasi industri minyak kelapa sawit itu, tidak lebih dari 10 orang, Terus naik sesuai dengan bertambahnya kegiatan, dan sampai sekarang sudah 38 orang," kata Rudy Ferdinand Bokslag, Head of Downstream Project CBI Group kepada Borneonews, yang menghubunginya, Senin (10/7//2017).

Megaproyek berbiaya kurang lebih Rp7 triliun itu, dimulai 2014 di atas lahan 100 hektare, yang sebagian besar berupa rawa, tanpa fasilitas pendukung. Jalan menuju lokasi pun sulit. Ketika itu, lokasinya terasa sangat jauh, terpencil, sehingga mengesankan sebagai daerah 'tempat jin buang anak'.

Pada tahap awal, areal proyek Kawasan Industri SBI seluas 100 hektare di Tempene, Kumai itu, sebagian besar berupa rawa dengan airnya yang bening kecokelatan. Sejauh mata memandang, pada areal proyek pengusaha H. Abdul Rasyid AS, pemilik Citra Borneo Indah (CBI) Group dan PT Sawit Sumbermas Sarana itu, hanya ada alang-alang, dan pepohonan liar.

Pada areal dekat Pelabuhan Ro-Ro dan Pelabuhan Panglima Utar, Kumai, desain besar proyek industri hilir Crude Palm Oil (CPO), atau minyak kelapa sawit itu, dimulai. Pengerjaannya, dipercayakan kepada Rudy F. Bokslag, pengajar di ITB, yang sudah malang melintang menggarap proyek downstream di dalam dan luar negeri, sampai hari ini. 

Dari pengalamannya merintis dan membangun proyek downstream, Refinery & Fractionation, yang tergolong teknologi tinggi dengan segala kerumitannya, Rudy percaya diri mengomandoinya, dengan tim beranggotakan anak-anak negeri. Pemegang dua gelar Master yang diperolehnya di Belanda, dan Inggris itu, tak kagok menjalankan proyek high tech, tanpa campur tangan tenaga asing.

"Saya percaya dengan kemampuan tenaga ahli dari Indonesia. Tim ahli yang menangani proyek Kawasan Industri CBI Group ini, sepenuhnya asli Indonesia, sebagian sudah bersama saya mengerjakan sejumlah proyek sejenis," kata pria bertubuh tinggi besar tersebut.

Empat perusahaan

Dalam Kawasan Industri CBI Group di Tempene, yang digarap sejak 2014 itu, sedikitnya ada empat perusahaan: PT Surya Borneo Industri (SBI), sebagai pemilik areal industri. Kemudian, PT Citra Borneo Utama (CBU), yang memproduksi minyak goreng (olein) dan stearin.  

Berikutnya, PT Citra Borneo Energy (CBE), yang bakal melahirkan produk Biodiesel dan Glycerin. Terakhir, PT Citra Borneo Chemical (CBC), yang menghasilkan fetty acids, fatty alcohol dan produk oleo chemical lainnya.

Saat ini, Tim Rudy Bokslag ngebut menuntaskan proyek Refinery dan Fractionation, yang dalam proyeksi optimistiknya, sudah menghasilkan produk minyak goreng kemasan dengan brand sendiri, akhir 2017. Jika semua berjalan lancar, minyak goreng kemasan CBI Group itu, sebagian besar diekspor, memenuhi kebutuhan pasar internasional, awal 2018.

Sebagian kecil lagi, urai Direktur Komersial PT Surya Borneo Industri, Ramzi Sastra, untuk kebutuhan lokal, dalam negeri, yang harganya sesuai keputusan pemerintah. Ini bagian dari kepeduliaan pemilik dan manajemen CBI Group dalam membantu pemerintah memenuhi ketersediaan pangan yang murah, dan terjangkau bagi masyarakat. 

Sampai awal 2019 dari Kawasan Industri SBI di Tempene, Kumai itu, ditargetkan meluncur produk unggulan lainnya, antara lain berupa biodiesel, Glycerin, Shortening dan Margarine. Disusul kemudian, Moulding, Filling, dan Packing. Lalu, Kernel Crushing Plant (KCP).

Dalam proses lebih hilir lagi, bakal melahirkan Oleo Chemical. Rudy menjelaskan, berdasarkan proses pembuatannya, oleo chemical ini terbagi dua: Oleo chemical dasar (Basic Oleochemical), dan Oleo chemical Turunan (Derivative Oleochemical).

Produk basic oleo chemical adalah Fatty Acid, Glycerin dan Fatty Alkohol. Sedangkan, produk derivate Oleo chemical, Metalic Soap, Fatty Alkohol Sulfate, Fatty Alkohol Ether Sulfate, Fatty Alkohol Sufosuccinate dan lain sebagainya.

"Alhamdulillah, semua berjalan lancar," kata Rudy Ferdinand Bokslag.

Kesibukan pekerja

Bulan lalu, saat berkunjung ke Kawasan Industri SBI milik Haji Abdul Rasyid  itu, terlihat kesibukan para pekerja, yang datang dari sejumlah wilayah di Tanah Air. Mengenakan pakaian, sepatu, lengkap dengan helm proyek, mereka serius bekerja sesuai bidang, dan penugasan masing-masing.

Di bagian depan, sejumlah petugas keamanan menjaga portal, sekaligus memastikan siapapun yang datang telah melalui proses pemeriksaan sesuai prosedur standar. Mereka dengan senang hati mengantar Borneonews menemui Rudy Bokslag, yang mengepalai proyek itu.

Sebelum masuk kawasan itu, terlihat jejeran truk para kontraktor, semuanya asli lokal, yang terlibat proyek refinery tersebut. Di bagian dalam, tak jauh dari pintu masuk, juga ada beberapa truk angkutan Crude Palm Oil (CPO), dan inti sawit, palm kernel oil, lalu-lalang. 

Rudy bercerita, nantinya, jika keseluruhan megaproyek itu rampung takkan terlihat lagi kendaraan besar itu. 

Karena, minyak kelapa sawit, dan inti sawit, bahan baku untuk proyek downstream itu, seluruhnya dialirkan melalui pipa baja. Hal itu sekaligus untuk memastikan, semua berlangsung secure and safety. 

Jadi, nantinya tidak boleh sembarang orang berlalu-lalang di kawasan tersebut. Hanya yang memiliki otoritas tertentu yang bebas masuk-keluar, sesuai prosedur tetap. 

Di sejumlah areal, yang sebagian besar sudah tertimbun material tanah, tergeletak tiang pancang beton berukuran rata-rata 12 meter. Sebagian sudah tertancap di tanah, dalam areal tertentu, yang bakal dijadikan bangunan. 

Karena kontur tanahnya yang labil, seluruh bangunan memakai tiang pancang beton produk PT Wijaya Karya Tbk itu. Beberapa bangunan sudah berdiri. Yang menonjol, terlihat mencolok di siang nan terik tanpa pepohonan, sejumlah tangki penampung CPO berwarna putih kekuningan, menjulang setinggi kurang lebih 60-an meter. 

Tangki yang masing-masing berkapasitas 58 ribu ton CPO, untuk satu bangunan setidaknya membutuhkan 82 tiang pancang, yang terbuat dari beton produk WIKA itu. Bayangkanlah biayanya jika sebuah tiang beton berukuran 12 meter seharga Rp2,6 juta.

Pada beberapa areal sudah ada bangunan, ataupun yang masih berupa jajaran tiang pancang beton, dan rangka baja. Lainnya, kompleks perkantoran sementara berpendingin maksimal, yang dipakai Rudy Bokslag dan anggota tim bekerja, nyaris setiap hari dari pagi, terkadang sampai larut malam. 

Masih ada areal berupa rawa, dengan airnya yang jernih coklat-kehitaman. Rudy bercerita, areal itu nantinya digunakan untuk bangunan lain dalam Kawasan Industri SBI tersebut. Dari target 2020 semua proyek kawasan industri terpadu itu rampung, nantinya CBI Group ini bisa memproduksi beragam barang bernilai jual tinggi untuk ekspor.  (NAZIR AMIN/B-2).

Berita Terbaru