Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Fakfak Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Akankah Indonesia-Malaysia Adukan Lagi UE ke WTO? 

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 29 Januari 2018 - 13:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Indonesia baru saja bernapas lega setelah gugatannya terhadap tuduhan dumping oleh Uni Eropa atas produk minyak sawit dimenangkan oleh organisasi perdagangan global tersebut.

Baru-baru ini WTO mengabulkan sejumlah gugatan yang diajukan Indonesia terkait pungutan anti-dumping yang diterapkan pada ekspor biodiesel ke Uni Eropa (UE).

"Keputusan WTO ini akan membuka kembali pasar Indonesia dan memulihkan kinerja ekspor biodiesel ke UE, yang menurun akibat pungutan anti-dumping yang diterapkan UE," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jakarta pekan lalu.

Keputusan WTO itu adalah yang terbaru dari serangkaian gugatan terhadap bea masuk impor oleh UE untuk impor biodiesel dari Indonesia dan Argentina pada 2013.

Sejak 2013, UE telah menetapkan bea masuk terhadap produk biodiesel Indonesia dengan margin dumping antara 8,8 hingga 23,3 persen. Langkah itu menyebabkan penurunan ekspor biodiesel Indonesia sebesar 42,84 persen menjadi US$150 juta pada 2016 dari $649 juta pada 2013.

Sementara itu, Parlemen Eropa pada 17 Januari lalu memutuskan untuk menolak impor minyak sawit mulai 2021 dan mendesak seluruh anggota UE untuk tidak menggunakan biofuel berbasis tumbuhan.

Merespons keputusan itu, menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia Mah Siew Keong menyebut langkah Parlemen Eropa itu sebagai “crop apartheid”.

Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada 2016 Malaysia mengekspor 2,06 juta ton minyak sawit.

Mah mengatakan bahwa langkah UE itu sebagai hambatan perdagangan yang proteksionis serta melanggar komitmen WTO.

Dari apa yang telah dilakukan UE dan reaksi dari Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua dunia di bawah Indonesia, sepertinya gugatan kepada WTO akan kembali dilakukan oleh Indonesia dan sejumlah pengekspor minyak sawit lainnya, seperti Malaysia dan beberapa negara di Afrika. (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru