Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Luwu Utara Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Penerapan Pajak Karbon Perlu Masa Transisi

  • Oleh Danang Ristiantoro
  • 10 Oktober 2021 - 15:00 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Anggota Banggar DPR RI Muktarudin menilai, rencana implementasi pajak karbon harus dipertimbangkan beberapa aspek domino yang akan muncul serta perlu adanya masa transisi, mengingat saat ini dalam proses pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

"Implementasi pajak karbon harus dipertimbangkan secara komprehensif, supaya tidak kontraproduktif dengan misi pemerintahan Jokowi - Ma'aruf Amin, dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional," kata Mukhtarudin, Minggu, 10 Oktober 2021.

Diketahui bahwa, Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Kamis, 7 Oktober 2021, mengatur tarif karbon minimal Rp 30 per kilogram karbon CO2e akan ditetapkan mulai 1 April 2022 mendatang.

Menurut Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini, pungutan atas emisi karbon memiliki efek berganda yang signifikan, karena kebijakan tersebut memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur.

"Padahal iklim usaha di sektor industri manufaktur baru akan bangkit, setelah terdampak sangat dalam akibat pandemi Covid-19. Jadi, penerapan pajak Karbon ini jangan sampai pengganggu," tuturnya.

Lanjutnya, aspek domino yang dihasilkan dari kebijakan ini, juga berpotensi menghambat ekspansi bisnis pelaku usaha di dalam negeri, karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal.

Untuk itu, anggota Komisi VII DPR ini meminta pemerintah berhati - hati dan perlu mengkaji secara komprehensif dalam menerapkan pajak karbon tersebut, karena sektor utama yang membentuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia memiliki karakter padat energi.

"Reformasi struktural di bidang perpajakan ini jangan sampai kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi saya kira perlu ada masa transisi untuk penerapan pajak karbon ini," ungkapnya.

Namun demikian, Mukhtarudin pada prinsipnya tetap mendukung pengenaan pajak karbon yang berkaitan dengan upaya Indonesia untuk memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia, dari ancaman risiko perubahan iklim sesuai Paris Agreement, Indonesia yang berkomitmen untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 41 persen pada 2030 dalam penanganan perubahan iklim global.

"Pada prinsipnya kita mendukung terhadap target penurunan emisi sebagaimana yang diamanatkan dalam Paris Agreement, tapi perlu memperhatikan keseimbangannya dengan pertumbuhan ekonomi dan daya dukung sumber daya alam yang kita punya," pungkasnya. (DANANG/B-5)

Berita Terbaru