Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Belum Ada Pihak yang Salah dan Benar dalam Sengketa Lahan TNI AU dan Warga

  • Oleh Raden Aryo Wicaksono
  • 30 Juni 2016 - 19:32 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Benar-salah dalam konflik sengketa lahan, antara warga dan Pangkalan TNI AU Iskandar Pangkalan Bun, di Kelurahan Baru dan Kelurahan Sidorejo, Kotawaringin Barat (Kobar), belum dapat ditentukan. Meski, masing-masing pihak yang bersengketa sama-sama dapat menunjukkan bukti sertifikasi tanah yang dimiliki.

Persengketaan ini baru dapat ditentukan kebenarannya lewat pengembalian batas lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sesuai sertifikat hak milik (SHM) tanah yang dimiliki warga, maupun sertifikat hak pakai (SKP) yang dipegang pihak TNI AU.

Kepala BPN Pangkalan Bun Arya Ismana mengatakan, sejak persoalan sengketa lahan ini muncul pada 2007, sampai saat ini belum ada pihak manapun yang mengajukan pengembalian batas ke BPN. Sehingga dalam persoalan ini pihaknya belum bisa menentukan pihak mana yang lebih berhak atas tanah atau lahan yang disengketakan. Termasuk penyebab utama terjadinya sengketa lahan ini.

"Masih terbuka kemungkinan ada lahan-lahan warga yang berada di luar, tapi dianggap masuk wilayah TNI AU. Untuk memastikannya, BPN harus lakukan pengembalian batas tanah sesuai sertifikat masing-masing. Tapi sampai sekarang belum ada yang mengajukan pengembalian batas," kata Arya Ismana, Rabu (29/6/2016).

Terkait penyelesaian konflik sengketa lahan TNI AU dan warga yang tinggal di Gang Banteng RT 24, Kelurahan Sidorejo dan di daerah Natai Buana Kelurahan Baru. BPN Pangkalan Bun saat ini masih menunggu keputusan pemerintah daerah, mengenai bentuk pola penyelesaian yang akan diambil, untuk menyelesaikan persoalan sengketa tanah itu.

Sejauh ini, BPN Pangkalan Bun telah mengumpulkan 13 sertifikat hak milik (SHM) tanah warga yang terlibat sengketa lahan dengan TNI AU Iskandar. Tahun terbit sertifikat tanah warga yang terkumpulkan itu beragam. Sertifikat-sertifikat warga itu sebagian besar berusia lebih tua dari sertifikat hak pakai yang dipegang TNI AU yang terbit lebih muda tahun 1993.

"Sudah ada 13 sertifikat tanah milik warga yang lokasi tanahnya berada di sekitar perbatasan wilayah TNI AU. Tapi ada juga yang terbit lebih muda dari sertifikat yang dipegang TNI AU. Kalau tidak salah terbit tahun 1996. Sertifikat lainnya belum dikumpul. Nanti kita bisa lakukan pengembalian batas lahan berdasar sertifikat yang terkumpul itu."

Dugaan Pergeseran Patok dan Versi Lain Luasan Hak Pakai TNI AU

Mengenai adanya dugaan penggeseran patok batas dan penyesuaian luas hak pakai oleh TNI AU, sekitar tahun 2007 lalu. Akibat hasil perhitungan luasan yang dilakukan ternyata menunjukkan angka luas yang berbeda, dengan luasan hak pakai yang tertera dalam sertifikat hak pakai TNI AU tahun 1993. Arya Ismana mengaku belum mengetahui kebenaran kabar informasi dugaan penggeseran patok itu. Namun apabila hal itu benar terjadi, pihaknya berharap data-data perhitungan tersebut masih tersimpan.

"Saya tidak tahu tentang itu. Apakah melibatkan BPN atau tidak, saya juga tidak tahu. Tapi kalau luasan yang dihasilkan itu berbeda, itu bisa jadi bahan data tambahan untuk mengetahui apa penyebab sengketa lahan. Tapi kalau ada penggeseran patok, harusnya itu atas sepengetahuan pihak pemilik lahan yang berberbatasan langsung."

Dari pengakuan sejumlah warga. Pada sekitar 2006-2007 lalu, pihak TNI AU diketahui melakukan penggeseran patok batas melibatkan warga sekitar, yang mengakibatkan luas hak pakai TNI AU di lapangan menjadi bertambah. Hal ini menyebabkan lahan warga yang berbatasan langsung dengan wilayah hak pakai TNI AU, menjadi masuk ke dalam kawasan yang dikuasai TNI AU dan berujung pada terjadinya sengketa lahan. Sejauh ini terdapat 22 warga RT 24 Kelurahan Sidorejo yang terlibat sengketa lahan dengan TNI AU. Seluruhnya mampu menunjukkan bukti sertifikat hak milik tanah masing-masing.

Berdasarkan data yang diterima. Perhitungan yang dilakukan pihak TNI AU, berdasarkan data digitasi 23 patok batas, luasan hak pakai wilayah TNI AU ternyata seluas 2.989,48 hektare. Lebih kecil dari yang tertera dalam sertifikat hak pakai TNI AU tahun 1993, yang seluas 3.000,6 hektare. Perbedaan angka hasil perhitungan, dengan angka luasan yang tertera di sertifikat TNI AU itu diduga menyebabkan terjadi pergeseran patok yang dipasang sesuai data sertifikasi hak pakai TNI AU tahun 1993. (RADENARYO/m) )

Berita Terbaru