Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Petani Tidak Beraktivitas Setelah Adanya Larangan Bakar Lahan

  • Oleh Koko Sulistyo
  • 13 Agustus 2016 - 17:00 WIB

BORNEONEWS, Kobar - Para petani memilih tidak beraktivitas, karena takut setelah adanya larangan membuka lahan dengan membakar. Ratusan hektare lahan pertanian di Desa Kumpai Batu Atas (kBA), Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), terancam alihfungsi. Larangan pembukaan lahan dengan pola bakar, membuat petani takut kena sanksi hukum, sehingga memilih tidak beraktivitas.

Permasalahan tersebut bukan hanya di Desa Kumpai Batu Atas (KBA), tetapi juga dirasakan masyarakat di desa-desa lainnya. Sementara itu, apabila pembukaan lahan dilakukan tanpa bakar para petani mengaku kesulitan dalam memenuhi biaya operasional. 

Informasi yang diterima Borneonews, untuk pembukaan lahan secara manual dengan tebas, per hektare biaya yang harus dikeluarkan mencapai antara Rp1,5 juta hingga Rp2 juta. Biaya tersebut belum termasuk pembelian bahan kimia seperti racun tanaman.

Menurut, Pj Kepala Desa Kumpai Batu Atas, Jayus, di wilayahnya ada 600 hektare areal pertanian fungsional. Pasca larangan pembukaan lahan dengan dibakar, lahan pertanian masyarakat mangkrak. Hal ini disebabkan masyarakat merasa takut untuk membuka lahan, pasalnya, dari beberapa kasus karhutla di KBA pemilik lahan yang terbakar segera ditangkap dan dimintai keterangan.

" Masyarakat sekarang takut dan memilih tidak beraktifitas, sementara bantuan pengolahan lahan seperti alat berat dan kapur dolomit belum juga diterima," kata Jayus di ruangannya, Jumat (12/8/2016). 

Jayus khawatir, apabila masyarakat tidak segera mengerjakan sawahnya, maka justru semak belukar dan ilalang akan semakin tinggi, sehingga akan lebih memberatkan masyarakat dan tentu saja menjadi potensi untuk terbakar saat cuaca panas.

" Ya kan semakin tidak dikerjakan maka akan semakin tinggi semak belukarnya, dari pada seperti itu mending ditanami sawit aja," ujar dia.

Sementara itu, Marjuan, warga Desa Sulung, Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar, mengatakan bahwa pihaknya menghadapi dilema dalam mengerjakan kawasan pertanian di desanya, larangan membakar lahan berimplikasi pada pengeluaran operasional yang tinggi, sementara hasil pertanian tidak menutupi biaya operasional yang dikeluarkan. 

" Bibit jagung dan padi terancam busuk kalau tidak cepat ditanam, tetapi kami tidak pada posisi menawar terhadap kebijakan tersebut," kata dia saat dihubungi Borneonews.

Baru-baru ini Dandim 1014/Pangkalan Bun, Letkol Inf Wisnu Kurniawan, menegaskan tidak ada toleransi yang diberikan kepada masyarakat apabila membuka lahan dengan dibakar. Menurutnya dampak sistemik akan ditimbulkan dari pembakaran lahan, sepertil segi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan akan terdampak. 

" Seperti tahun lalu dampak dari asap merusak segala lini, termasuk pendidikan, kesehatan dan penerbangan pun menjadi terganggu," ujar Dandim di Makodim 1014/PBN saat pelepasan patroli terpadu. (KOKO SULISTYO/N).

Berita Terbaru