Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Vapor, Trend Pengganti Rokok di Sampit

  • Oleh Muhammad Hamim
  • 26 Agustus 2016 - 13:31 WIB

BORNEONEWS, Kotim - Vapor, atau rokok elektrik menjadi trend pengganti rokok kalangan pemuda di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kabar viral mengenai adanya kenaikan harga rokok hingga mencapai Rp50 ribu per bungkus cukup membuat perokok di Kotim, resah. Meskipun kabar itu belum jelas kebenarannya, lantaran tidak adanya statemen resmi dari pemerintah.

Namun hal itu cukup membuat perokok khawatir, dan tidak bisa membeli gulungan tembakau yang sudah menjadi candu dan seperti kebutuhan setiap harinya itu. Kabar tersebutpun mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat, khusunya dari kalangan perokok. Ada yang setuju, namun sangat banyak tidak setuju dengan naiknya harga rokok tersebut.

Sahrul Mubarak, salah satu pekerja swasta di Kota Sampit mengatakan, saat ini sudah membiasakan untuk berhenti merokok. Hal itu disiasatinya dengan cara lain, yakni membeli vapor atau dikenal dengan rokok elektrik. Hal itu dilakukan agar bisa membuang rasa candu rokok yang selama ini dihisapnya.

'Saya beli vapor aja, dan itu lebih enak dibanding rokok, sehingga bisa menghilangkan keinginan saya untuk kembali merokok,' ungkap Barak, di Sampit, Kamis (25/8/2016).

Penggunaan vapor tersbeut sudah dilakukannya dalam dua bulan terakhir. Hal itu dilakukan karena beredar kabar rokok akan naik. Sehingga pilihan tersebut dianggapnya lebih pas, dan akan menghemat uang. 'Kalau dihitung, dalam sehari saya merokok bisa mencapai dua bungkus, sehingga harus mengeluarkan uang Rp100 ribu. Sedangkan vapor, dalam satu botol liquid yang harganya berkisar antara Rp90 ribu hingga Rp120 ribu, bisa bertahan sampai satu pekan,' kata Barak.

Sementara Wahab, perokok yang tinggal di Jl Tijilik Riwut, Kotim, tegas mengatakan, tidak setuju dengan kenaikan harga rokok tersebut. Karena tidak semua orang di negara ini kaya. Sehingga bagi yang tidak mampu dan perokok berat akan memilih cara lain agar tetap dapat mengisap rokok.

'Saya tidak akan berhenti merokok, karena itu sudah menjadi kebutuhan dan bisa membuat fukos dalam bekerja. Sehingga walau naik, tetap saya usahakan untuk membeli,' ujar Wahab, Kamis (25/8/2016).

Dia berharap agar pemerintah memperhatikan dulu kebijakan tersbeut, karena dampaknya cukup besar terhadap ekonomi warga. Seperti halnya pengangguran akan semakin meningkat, dan bisa jadi ada beberapa orang yang nekat melakukan apapun agar bisa membeli rokok nan mahal tersebut.

'Saat ini di indonesi perusahaan tembakau cukup besar, sehingga pegawai yang dipekerjakanpun juga sangat banyak. Sedangkan kalau rokok mahal akan mengurangi penjualan, dan bisa berdampak pada pengurangan pegawai,' sebut Wahab. (MH/N). 

Berita Terbaru