Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Sekda Kotawaringin Timur Perintahkan Pengawas Tenaga Kerja Turun Ke Makin Grup

  • Oleh M. Rifqi
  • 27 September 2016 - 13:45 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Tidak dicapainya kesepakatan terhadap tuntutan karyawan PT Mukti Sawit Kahuripan (MSK) dan PT Surya Inti Sawit Kahuripan (SISK) anak perusahaan Makin Grup, karena perusahaan menolak kembali ke perjanjian kerja awal disikapi Pemerintah Kabupaten Kotim. Sekretaris Daerah Kotim Putu Sudarsana, berjanji akan menindaklanjuti permasalahan ketenagakerjaan tersebut. 

"Saya perintahkan pegawai pengawas ketenagakerjaan dan penyidik pegawai negeri sipil Dinsosnakertrans turun ke perusahaan. Lakukan pengawasan untuk mengembalikan aturan itu. Selambat-lambatnya Rabu (28/9/2016), nanti hasil pengawasan sudah harus ada di meja saya," tegas dia. 

Menurutnya, langkah tersebut dilakukan karena hasil musyawarah pada Senin (26/9/2016), di ruang rapat paripurna DPRD Kotim, tidak ada kesepakatan pada tuntutan pokok karyawan. Begitu juga hasil pengawasan Dinsosnakertrans Kotim, perusahaan telah memberlakukan keputusan terkait sistem kerja secara sepihak yang dinilai merugikan karyawan. 

"Kami melihat tuntutan karyawan normatif. Melihat posisi perusahaan di kala melakukan perubahan sistem kerja, harus disosialisasikan dan disepakati karyawan," jelasnya.

Putu yang juga mantan Kepala Disnakertrans Kotim itu menjelaskan, UU No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, khususnya mengenai tenaga kerja dalam hubungan kerja , pada dasarnya adalah hubungan perdata. Namun agar manusia tidak diekploitasi dan agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM), maka negara mengatur perlindungan terhadap tenaga kerja. 

Sebagaimana diberitakan, keberatan karyawan PT MSK dan PT SISK, karena perusahaan itu menerapkan standar 7,6 ton pembayaran upah pekerja pemanen dan angkut untuk satu hari kerja. 

Menurut karyawan, ini memberatkan dan tidak rasional. Karena waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi target itu hingga tujuh jam lebih. Akibatnya, dalam sebulan banyak yang tidak mencapai 25 hari kerja, dan berpangaruh terhadap pendapatan karyawan yang jauh di bawah standar upah minimun sektoral kabupaten (UMSK) sebesar Rp2,2 juta per bulan. (RIFQI/m)

Berita Terbaru