Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Baliho Korupsi

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 24 Januari 2017 - 21:32 WIB

'SEGERA laporkan segala dugaan korupsi yang ada di sekitar anda!' Itulah kalimat yang terpampang di sebuah baliho di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kapuas, Kalimantan Tengah. Baliho ukuran besar itu tepat berada di pinggir jalan protokol kota tersebut.

Tentu baliho himbauan bagi masyarakat ini sangat menggembirakan. Karena sebagai institusi penegak hukum Kejaksaan Negeri Kapuas telah berupaya menjemput bola. Yaitu memfasilitasi masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi/dugaan korupsi .

Sebagaimana diberitakan, Kejaksaan Negeri Kapuas telah membentuk tim khusus untuk merespon berbagai bentuk atau jenis laporan masyarakat tadi. Bahkan agar masyarakat mudah memberikan laporan, tim khusus ini juga menyediakan layanan berupa call center khusus.

Sebagai bagian dari masyarakat, tentu kita sepakat dan mendukung upaya jemput bola ini. Semakin banyak institusi hukum yang membuka diri seperti ini, tentu semakin baik. Dan apa yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kapuas ini akan menguatkan lembaga yang sudah ada, yakni tim sapu bersih (Saber) Pungli.

Pertanyaannya adalah, seperti apa perbedaan antara korupsi (tipikor) dan pungli Domain siapakah tipikor dan domain siapa pungli Secara sederhana bisa dijelaskan, bahwa pungli dan tipikor adalah dua jenis modus tetapi satu wajah kejahatan. Yaitu wajah korupsi.

Keduanya adalah musuh publik (public enemy) yang harus kita perangi bersama. Keduanya masuk dalam kategori extra ordinary crime  yang tidak bisa ditoleransi.

Kita percaya, semangat menjemput bola tindak pidana korupsi bukan hanya milik Kejaksaan Negeri Kapuas. Tetapi Kejaksaan Negeri lainnya juga demikian. Hanya saja, kadang kita ragu, apakah bunyi baliho atau spanduk yang dipasang di pinggir jalan itu benar-benar bisa dilaksanakan.

Mengapa Jika kita lihat ke belakang, di setiap Kejaksaan, ada pekerjaan rumah berupa perkara tipikor yang menumpuk. Yaitu perkara korupsi yang bertahun-tahun tidak tampak kemajuan proses hukumnya. Saking lamanya tidak diproses, publikpun sampai lupa. Dan jika publik lupa, maka dengan mudah perkara tersebut menghilang atau mengendap tak jelas rimbanya.

Sejujurnya, jika di Kejaksaan tersebut banyak perkara tipikor mengendap, akan sangat sulit Kejaksaan merebut hati masyarakat. Apalagi wilayah pungli atau korupsi ini sangat luas. Karena itu, dalilnyapun meluas. Tidak bisa lagi korupsi cuma dilihat dari aspek 'kerugian negara'. Tetapi korupsi harus bisa ditengarai dari aspek 'kerugian publik'.

Soal inilah yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Karena itu, Kejaksaan dituntut tidak hanya memasang baliho atau spanduk, tetapi harus terjun mengedukasi masyarakat secara langsung.

*) Edisi cetak editorial ini juga bisa dibaca di Harian Palangka Post

Berita Terbaru