Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Indahnya Desa Dayak Riam Panahan (3)

  • Oleh Wahyu Wulandari
  • 06 Mei 2017 - 08:00 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Desa Riam Panahan berjarak 1,5 jam dari Nanga Bulik menggunakan mobil. Desa ini merupakan desa pertama yang kami kunjungi pada trial trip 1-3 Mei 2017.

Setelah makan siang, Rudy, ketua pelaksana Trial Trip membagi kelompok menjadi dua, yaitu Kelompok Riam Panahan dan Riam Tinggi. Saya akan pergi ke Riam Panahan.

Sepanjang jalan menuju Riam Panahan, perkebunan sawit mulai berkurang dan bukit-bukit yang jauh lebih tinggi daripada Angel's Stone bertebaran indah di samping kiri dan kanan jalan.

Bukit-bukit yang tidak ketahui namanya ini mengingatkan saya pada perjalanan Banjarmasin-Balikpapan-Samarinda-Sangata, beberapa tahun lalu. Sungguh luar biasa indah! Bukit-bukit nan hijau ini belum tersentuh tangan manusia.

Setelah melalui jalan mulus beraspal selama 1,5 jam, rombongan tiba di Desa Riam Panahan. Sebagian rombongan tinggal di desa ini, termasuk saya. Sebagian lagi meneruskan perjalanan menuju Desa Riam Tinggi.

Turun dari mobil, saya tidak menunggu untuk mengabadikan momen ini. Desa yang terletak di pinggir jalan negara ini sungguh asri dan tentu saja masih asli.

Rumah betang yang hanya ada satu di Pangkalan Bun, di sini rumah suku tradisional suku Dayak tersebut bertebaran di seluruh kawasan desa. Bahkan ada yang masih berdinding kulit kayu dan berumur ratusan tahun! Wow! Buat kamu yang mengaku penggila wisata budaya wajib mengunjungi tempat ini!

Saya bersama Nissa dan Maita langsung berlarian mengambil foto di depan beberapa rumah betang berukuran kecil.

"Ini bukan rumah, ini namanya jurung, tempat menyimpan padi,' ujar seorang Ibu yang belakangan saya ketahui merupakan istri kepala desa setempat. Ia berlari kecil sambil sesekali berteriak seperti memberikan informasi bahwa kami sudah datang.

Sesuai namanya, desa ini berada di pinggir sungai yang beriam, meskipun riamnya kecil. Belum puas mengabadikan momen, kami dipanggil rombongan untuk berkumpul di depan rumah kepala desa. (WAHYU WULANDARI/m)

Berita Terbaru