Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Yang Mengaku Muslim Tak ke Masjid, yang Nasrani Tak ke Gereja

  • 17 Januari 2016 - 11:25 WIB

Laporan: James Donny (Pulpis) dan Epra Santosa (Gumas)

Di Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis), sebanyak 65 orang tetap beraktivitas meski tidak lagi mengibarkan bendera Gafatar. Polres Pulpis sendiri mengakui jika kegiatan mereka lebih banyak terkonsentrasi di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang. Lagi-lagi, kelompok ini tengah menggarap lahan pertanian.

Meski demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat belum melihat penampakan aktivitas menyimpang. Mungkin, mereka pandai menyembunyikan paham Millah Abraham yang dicetuskan nabi palsu Ahmad Musadeq tersebut.

Namun, Polres Pulpis tetap melakukan penyelidikan mengenai identitas anggota eks-Gafatar itu. Tujuannya, untuk mencocokkan dengan data orang hilang di berbagai penjuru nusantara, seperti dialami dr Rica Trihandayani, yang lebih sepekan menghilang sejak 30 Desember 2015.

Ternyata dr Rica yang membawa seorang balitanya, dilarikan anggota Gafatar, yaitu pasangan suami-istri Eko Purnomo-Venny Orinanda, ke Mempawah, Kalimantan Barat, dan tertangkap di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kemudian menjadikan Eko dan Venny sebagai tersangka penculikan.

Kelompok terpelajar

Sementara di Kabupaten Gunung Mas, terdapat sekelompok orang yang juga memiliki ciri-ciri sebagai anggota Gafatar. Menurut penyelidikan kepolisian setempat, mereka mempunyai latar belakang yang terpelajar dan berkecukupan secara finansial.

Masing-masing dari mereka ada pemeluk agama Islam dan Kristen. Hanya saja, bagi yang muslim tidak pernah kelihatan salat, apalagi ke masjid. Begitu pula yang kristiani, tidak pernah ke gereja.

Dua tahun yang lalu, pada awalnya yang datang ke Kota Kuala Kurun hanya enam kepala keluarga (KK). Seiring waktu, semakin banyak yang hijrah ke kabupaten yang bersemboyan ''Habangkalan Penyang Karuhei Tatau'' ini.

Seperti anggota Gafatar lainnya, mereka juga bertani. Anak-anak mereka pun tidak diperkenankan menimba ilmu di sekolah umum.

Meski begitu, berdasarkan catatan Polres Gumas, kelompok ini belum melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban umum. Yang mereka lakukan sehari-hari hanya bertani dan berkebun dengan nama kelompok tani Nusa Raya.

Menurut Tim Pengkaji Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung (Kejagung), terdapat beberapa indikasi penyimpangan dari ajaran ormas Gafatar yang didirikan sejak 2011 itu. Salah satunya terkait anggota yang tidak wajib melaksanakan salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadan.

''Selain itu, mereka menganggap orang-orang di luar kelompok mereka adalah kafir. Kegiatn mereka berkedok aksi sosial sehingga eksistensinya diakui masyarakat " kata Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisman, Rabu (13/1/2016).

Pemerintah pun kembali mengibarkan bendera peringatan keras atas bahaya Gafatar yang sudah meresahkan publik dan keamanan negara. Namun, saat ini isunya seakan tenggelam oleh aksi terorisme di kawasan Plasa Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta. (B-12/B-1)

Berita Terbaru