Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ini 3 Strategi Indonesia Hadapi Kampanye Anti Sawit

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 24 Januari 2017 - 11:16 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan makin meluasnya aksi boikot terhadap produk makanan yang mengandung kelapa sawit di Uni Eropa.

GIMNI bahkan menyebut perusahaan-perusahaan makanan di Uni Eropa telah menggunakan label 'no palm oil' agar bisnis mereka bisa terus berlanjut pasca pemboikotan terhadap produk Nutella milik Ferrero.

"Ada survei pasar di Eropa lewat big data yang menyatakan sebagian besar masyarakat Eropa termakan isu kesehatan tentang produk makanan yang menggunakan kelapa sawit. Minyak sawit diisukan mengandung senyawa kimiawi, yaitu MCPD dan Glycidyl Ester," kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, kepada pers di Jakarta, Selasa (24/1/2017).

Senyawa kimia tersebut, jika dikonsumsi terus menerus dapat memicu penyakit degeneratif yang menimbulkan kerusakan jaringan atau organ tubuh, seperti kanker.

"Isu tersebut sebagai kampanye negatif untuk mematikan pasar industri kelapa sawit Indonesia. Maraknya kampanye negatif tersebut tentu berdampak pada anjloknya konsumsi olahan kelapa sawit di Eropa. Konsumsi olahan kelapa sawit, khususnya pada industri makanan di Eropa pada tahun lalu hanya sekitar 3,3 juta ton, turun dari 2015 yang mencapai 4,3 juta ton," papar Sahat.

Meski diterpa kampanye negatif, lanjut Sahat, pihaknya tetap optimistis dan sudah menyiapkan tiga strategi untuk bertahan. Pertama, dalam urusan bisnis minyak kelapa sawit, Indonesia akan bekerjasama dengan Malaysia untuk biodiesel.

"Kita harus perkuat untuk produksi biodiesel dan beberapa bahan kimia lain. Edukasi konsumen harus dilakukan bahwa kelapa sawit merupakan sumber daya yang sustainable," ujarnya.

Kedua, kata Sahat, pihaknya akan melebarkan pasar ke negara lain, tidak hanya Uni Eropa, namun juga perkuat pasar Asean. Program ini juga kerjasama dengan Malaysia.

"Tidak hanya kawasan ASEAN yang jadi bidikan, dua kawasan seperti Timur Tengah dan Afrika juga potensial. Strategi ini digunakan agar bisnis ekspor kelapa sawit Indonesia tidak hanya bergantung pada pasar Eropa," tutur Sahat.

Sahat menambahkan, upaya ketiga adalah produktivitas olahan kelapa sawit harus ditingkatkan. Jika di pasar Eropa tidak dapat menembus perusahaan makanan, olahan kelapa sawit bisa digunakan untuk biodiesel dan oleochemical maupun bahan kimia lainnya.

"Mau tidak mau, produktivitas olahan kelapa sawit kita harus ditingkatkan. Semakin banyak manfaatnya, maka kita tidak perlu bergantung pada satu industri saja," pungkasnya.

Berita Terbaru