Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Akademisi: Label "No Palm Oil" Bagian Kampanye Hitam Sawit

  • Oleh ANTARA
  • 24 Februari 2021 - 16:35 WIB

BORNEONEWS, Jakarta  - Pencantuman label "no palm oil" di produk makanan dinilai merupakan bagian dari kampanye negatif yang bertujuan menekan daya saing sawit.

Guru Besar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Posman Sibuea menyatakan Pemerintah Indonesia harus menjaga kelapa sawit dari kampanye hitam karena bisa menurunkan minat masyarakat untuk mengonsumsinya.

"Pencantuman label no palm oil yang ditemukan di produk makanan olahan di Indonesia bertujuan membuat citra buruk terhadap sawit. Pencantuman label no palm oil jelas melanggar regulasi pemerintah seperti UU Pangan dan peraturan BPOM," ujarnya dalam dialog webinar Majalah Sawit Indonesia bertemakan "Kontribusi Sawit Bagi Pemenuhan Gizi Indonesia dan Dunia" di Jakarta, Rabu.

Seharusnya, lanjutnya, pemerintah melalui BPOM dapat menindak tegas perusahaan yang mencantumkan label no palm oil.

Menurut dia, sawit merupakan minyak masa depan sebagai golden crop, karena produktivitasnya sangat tinggi dibandingkan minyak nabati lain bahkan hingga tiga sampai empat kali di atas minyak kedelai dan bunga matahari.

Dia menambahkan bahwa kampanye negatif terhadap sawit kian gencar karena harganya murah dan kualitas sebagus dengan minyak nabati lain.

"Akhirnya, muncul isu minyak sawit penyebab penyakit jantung dan kegemukan, sehingga minyak sawit dilabeli tidak menyehatkan. Isu ini dibesar-besarkan oleh masyarakat Uni Eropa untuk mendiskreditkan kelapa sawit. (Kekurangan) kecil minyak sawit itu dibesar-besarkan untuk menutupi kelemahan minyak nabati milik mereka (Eropa)," tegas Posman.

Sementara itu, Guru Besar IPB University Purwiyatno Hariyadi mengungkapkan sawit sebagai bahan makanan berkontribusi dalam pemecahan masalah gizi dunia, namun ada beberapa tantangan yang harus diatasi oleh industri sawit di antaranya keamanan pangan, kesehatan dan sustainability.

"Kita harus pastikan produk turunan sawit memenuhi persyaratan keamanan pangan. Sampai sekarang, sekitar 75-85 persen penggunaan sawit untuk sektor pangan," ujar dia.

Oleh sebab itu, jika ada persoalan pangan terhadap konsumen, maka akan berpengaruh pada citra sawit secara keseluruhan apalagi di dunia, tuntutan keamanan pangan sudah menjadi kebutuhan.

Berita Terbaru