Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

PHRI Kobar Minta Moratorium Izin Baru Perhotelan dan Penginapan karena Okupansi Rendah

  • 21 Maret 2016 - 18:41 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Okupansi hotel dan penginapan di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) masih rendah. Jumlah rata-rata hunian tamu di beberapa hotel berbintang di Pangkalan Bun, kurang lebih hanya 50 orang saja per hari. Kelesuan ekonomi jadi ancaman penyebab keterpurukan bisnis perhotelan di Bumi Marunting Batu Aji. Pengusaha perhotelan berharap pemerintah daerah menunda izin baru perhotelan di Kobar.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat DPRD Kobar, Senin (21/3). Managing Director Grand Kecubung Hotel Setiawan Siemon, sekaligus Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) Kobar mengatakan, okupansi hotel di Kobar rendah. Per hari, ada sekitar 150 kamar hotel yang kosong di Kobar. Khususnya di hotel bintang dua dan tiga. Berbagai upaya pengembangan usaha juga tidak signifikan dengan minat dan kemampuan pasar.

Setiawan menilai, kelesuan ekonomi global dan khususnya di Kobar, juga membuat visibilitas bisnis perhotelan di Kobar turun. PHRI berharap, moratorium atau penundaan penerbitan izin perhotelan dan penginapan baru di Kobar bisa diterapkan. Terutama, demi menghindari menguatnya determinasi iklim persaingan antarpengusaha hotel dan mengacam eksistensi hotel-hotel di Kobar.

"Marketnya tidak signifikan. Sehingga okupansi juga begitu rendah. Apalagi ada kelesuan ekonomi. Kobar tak cukup layak berdiri banyak hotel. Segmentasi pasar juga tidak bisa jadi acuan. Tamu hotel bintang empat pun cenderung akan memilih hotel bintang tiga. Karena lebih ekonomis," ujar Setiawan, Senin (21/3).

Hal yang sama disampaikan Ali Alimin, General Manager Swiss-Belinn Pangkalan Bun. Di kesempatan yang sama, Ali menuturkan, dari sisi investasi, moratorium izin baru ini cukup rasional. Karena, kajian visibilitas bisnis perhotelan, terkadang tak sejalan dengan perkembangan kondisi faktual di lapangan. Selain okupansi rendah, dukungan sarana prasana di daerah, utamanya listrik, belum sepenuhnya mumpuni.

"Daripada nanti rugi. Gara-gara listrik, kami per hari harus mengeluarkan 50 liter solar untuk operasi genset. Dalam sebulan, 4-8 kali kami harus mengganti kompresor. Lift rusak dan lain sebagainya. Sedangkan okupansi rata-rata hanya 55 orang per hari. Tidak bisa menutup pengeluaran," ujar Ali Alimin, Senin (21/3).

Ketua DPRD Kobar Triyanto mengatakan, kekhawatiran dan aspirasi para pengusaha perhotelan di Kobar tersebut, harus menjadi perhatian dan catatan khusus bagi pemerintah daerah. Khususnya dalam hal penerbitan perizinan baru perhotelan di Kobar. Ia tak ingin penerbitan izin baru malah membuat investor perhotelan yang ada sebelumnya ini, gulung tikar. Ini karena kontribusi pengusaha hotel kepada daerah, lewat pembayaran pajak perhotelan, cukup besar. (RADEN ARYO/m)

Berita Terbaru