Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mengedepankan Nilai-Nilai Kearifan Lokal sebagai Media Resolusi Konflik

  • Oleh Penulis Opini
  • 07 Mei 2017 - 23:40 WIB

BORNEONEWS - Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Selain itu, Pancasila merupakan dasar negara yang kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang Dasar. Hal itu perlu dipahami seluruh rakyat Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai musyawarah dan mufakat yang ada dalam masyarakat perlu menjadi pedoman dalam menyelesaikan konflik yang ada.

Secara teoritis, konflik memiliki sisi positif dan negatif. Dalam hal itu konflik dapat terjadi antarindividu maupun antarkelompok. Sisi positif konflik adalah adanya kemajuan dan inovasi. Namun demikian konflik juga memiliki dampak negatif berupa adanya kerusuhan maupun kerusakan. Tahapan terjadinya konflik yaitu munculnya konflik kepentingan yang berdampak munculnya konflik psikologi. Bila hal itu tidak dapat direduksi akan menimbulkan terjadinya konflik fisik yang sangat merugikan.

Oleh karena itu, salah satu tugas penting pemerintah pusat dan daerah adalah memelihara keamanan dan ketertiban dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan terus menyelesaikan setiap permasalahan bukan dengan berdebat yang diakhiri dengan sengketa atau konflik, melainkan melalui semangat gotong royong dan mengedepankan kearifan lokal seperti yang diajarkan dalam Pancasila dan UUD 1945.

Di sisi yang lain, masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif untuk bersama-sama menjaga kondusivitas wilayah, sehingga pembangunan dapat berjalan maksimal. Komposisi masyarakat Indonesia yang heterogen merupakan suatu kelebihan. Oleh karena itu, seluruh forum di masyarakat dapat dimaksimalkan oleh pemerintah daerah ataupun pemangku kepentingan lainnya untuk mendeteksi dan mengantisipasi terjadinya konflik.

Sebagai salah satu contoh, heterogenitas masyarakat di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan salah satu kelebihan masyarakat Mentawai. Oleh karena itu, motto 'Musara Kasimaeru' yang berarti bersama menuju kebaikan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Selain itu, masyarakat juga perlu mengedepankan toleransi sebagai kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan wilayah Mentawai.

Kearifan lokal

Jika diterjemahkan secara sederhana, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah ide dan gagasan atau pengetahuan yang lahir dari masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan di lingkungan sekitar.

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa.

Ciri kemajemukan suatu komunitas atau wilayah (geografis) seperti Indonesia yang berbentuk kepulauan harus diterima sebagai kenyataan objektif yang mengandung potensi konflik. Sumber konflik dalam suatu negara antara lain konflik separatis, perebutan sumber daya alam, persoalan sara, etnisitas, kesenjangan ekonomi, kriminalitas, pengangguran, perang saudara, pemberontakan bersenjata, politik, dan sebagainya.

Indonesia memiliki potensi konflik cukup laten, jika tidak dikelola secara bijak dapat menimbulkan disintegrasi, yaitu potensi konflik antarsuku, agama, ras, golongan, pusat-daerah, sipil-militer,lembaga- lembaga pemerintah atau negara, Jawa-non Jawa, penguasa-masyarakat, dan lain-lain. Selain itu, terdapat potensi konflik yang mewarnai implementasi otonomi daerah, seperti konflik antarpemerintah lokal (saling berbatasan), konflik antarkekuatan rakyat berbasis lokal melawan aparat pemerintah, konflik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan sebagainya.

Umumnya konflik tentang identitas dalam suatu masyarakat cenderung lebih kompleks, bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang berciri primordial sulit dipecahkan karena bersifat emosional.

Perkembangan media sosial juga perlu dipantau karena isu-isu sensitif yang dapat memicu terjadinya konflik antarmasyarakat maupun antargolongan. Sehingga melalui pelaksanaan kegiatan dialog dapat meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan masyarakat mengenai isu-isu yang berpotensi memicu terjadinya konflik sosial.

Isu-isu nasional yang berpotensi memicu konflik di wilayah Mentawai seperti isu penculikan anak dan isu radikalisme dapat ditangkal dengan adanya toleransi antarmasyarakat yang mempererat persatuan dengan mengacu pada semboyan 'Musara Kasimaeru' di Mentawai ataupun semboyan lainnya yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal masing-masing daerah.

Di antara kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain Dalihan Natolu (Tapanuli), Rumah Betang (Kalimantan Tengah), Menyama Braya (Bali), Saling Jot dan Saling Pelarangan (NTB), Siro Yoingsun, Ingsun Yosiro (Jawa Timur), Alon-Alon Asal Kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), Basusun Sirih (Melayu/Sumatera), dan lain-lain.

Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan Tuhan. Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat.

Oleh karena kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya tidak hanya berorientasi profan semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima masyarakat. Dalam budaya lokal diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat.

Diharapkan bahwa DPRD sedang mengoptimalkan nilai-nilai kearifan lokal wilayah masing-masing melalui perancangan perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Dalam rancangan erda tersebut akan melindungi seluruh masyarakat, baik masyarakat asli maupun pendatang di daerah tersebut.

Polri akan terus berupaya untuk mengedepankan pembimbingan dan pengayoman kepada masyarakat dalam rangka menghargai kearifan lokal yang berlaku. Namun demikian, bila permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan akan masuk ke dalam bidang penegakan hukum. Adapun kebijakan yang dilakukan oleh Polri di antaranya proactive policing strategy, mengedepankan koordinasi dan sinergi, mencegah terjadinya intoleransi, dan memberikan tindakan tegas terhadap tindakan intoleransi.

Aparat penegak hukum dan aparat keamanan bersama masyarakat perlu berperan aktif agar semakin peka terhadap potensi-potensi konflik di masyarakat. Oleh karena itu masyarakat diharapkan dapat bersinergi dengan jajaran pemerintah dengan memberikan informasi mengenai potensi konflik. Strategi bertindak kepolisian yaitu mencegah terjadinya konflik yaitu dengan melakukan pemetaan potensi konflik. Namun, bila terjadi konflik perlu diupayakan untuk dihentikan dengan melakukan sinergi dengan seluruh instansi terkait, sehingga terbentuk sistem penyelesaian perselisihan secara damai.

Kondisi ini dapat dilaksanakan di lapangan jika ada saling trust atau kepercayaan antara masyarakat, aparat penegak hukum, dan aparat keamanan. Sehingga menjadi modal sosial yang penting untuk terus menjaga keharmonisan dan kesolidan di antara mereka dengan semua pihak, tidak menyakiti ataupun tidak menistakan bahkan tidak menyepelekan pihak lainnya.

Penulis: Wilnas, pemerhati masalah polkam. Peneliti senior Center of Risk Strategic Intelligence Assessment (Cersia) Jakarta.

Berita Terbaru