Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Malapraktik atau Tidak Harus Dikaji dengan Unsur 4D

  • Oleh Muhammad Hamim
  • 11 Maret 2018 - 19:30 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Kasus dugaan malapraktik yang dilaporkan oleh YH (28), terhadap seorang dokter berinisial FY di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) beberapa hari lalu harus ada kajian lebih dulu berdasarkan hukum kesehatan.

"Harus memenuhi unsur 4D lebih dulu, karena bisa jadi di dalam tubuh korban terjadi komplikasi sehingga di dalam hukum kesehatan sering dikenal dengan kejadian tidak diinginkan," kata Pengamat Hukum Kesehatan M Syiblunnur, Minggu (11/3/2018).

Untuk unsur 4D tersebut yakni, pertama adalah Duty, yaitu adanya permintaan si pasien dan pelayanan yang diberikan dokter, dengan artian adanya kontrak yang menimbulkan kewajiban di antara keduanya.

Kedua adalah Dereliction of Duty, yakni malpraktik akan muncul apabila pemasangan kontrasepsi (IUD) yang dilakukan tidak sesuai standar pemasangan atau tidak sesuai SOP.

Ketiga yakni Demage, yaitu timbulnya kerugian, cidera atau kerusakan seperti yang dikeluhkan pasien. Sedangkan yang terakhir adalah Direct Causation, yakni adanya hubungan antara kerugian, cidera atau kerusakan itu dengan kesalahan penatalaksanaan pemasangan kontrasepsi (IUD) kepada si pasien.

"Jadi selama tidak ada hubungan langsung antara poin 2 dan 3, maka kasus tersebut tidak dapat dikategorikan malpraktik," kata Syiblunnur.

Sehingga bisa jadi, apa yang dialami oleh pasien YH adalah salah satu bentuk resiko dari IUD atau adanya komplikasi di tubuh pasien. Sehingga di dalam hukum kesehatan sering dikenal dengan kejadian yang tidak diinginkan.

Selain itu, Syiblunnur juga mengatakan, untuk mempidanakan seorang tenaga medis atau kesehatan, penegak hukum harus mengkaji dua unsur yaitu Actus Reus, atau kejahatan yang dilakukan kepada si pasien (YH). Dan Mens Rea atau sikap batin dokter saat melakukan tindakan, apakah adanya niat jahat atau tidak. Sehingga kedua unsur itu harus sejalan, kalau tidak akan muncul peradilan sesat.

"Karena dalam dunia medis ada istilah, medis bukanlah ilmu tentang kepastian, melainkan adalah kemungkinan. Sehingga harus dikaji dan benar-banar didalami agar tidak melanggar hukum," terang Syiblunnur. (MUHAMMAD HAMIM/B-2)

Berita Terbaru