Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Dapat Bantuan Alat Pertanian, tapi Kehidupannya Tertutup

  • 15 Januari 2016 - 22:57 WIB

Gencarnya pemberitaan mengenai eksistensi organisasi massa terlarang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), membuat publik di Provinsi Kalimantan Tengah tiba-tiba terperangah. Pasalnya, jejak-jejak pengikut Gafatar di provinsi yang ber-semboyan Isen Mulang (pantang mundur) ini juga terendus di berbagai kabupaten/kota.

Di Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, misalnya. Sebanyak tujuh kepala keluarga (KK) yang diduga anggota Gafatar justru mendapat bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan). Bantuan datang dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui anggota Komisi IV DPR dari Partai Nasdem, Ham-dhani, dan Bupati Marukan pada pertengahan 2015.

Menurut penuturan warga sekitar, ke-7 KK dengan total 28 orang asal Pulau Jawa itu datang bertahap ke perkampungan Desa Kujan sejak 2-3 tahun silam. Mereka terlihat sangat aktif menggarap lahan pertanian.

Bahkan, lahan milik warga yang sebelumnya merupakan hutan belantara, disulap menjadi ladang jagung, padi, pisang, dan sebagai-nya. 'Mereka datang dan menawarkan diri untuk ikut bantu-bantu menggarap lahan milik saya dan keluarga. Mereka semua baik-baik dan sangat rajin bertani,' cetus seorang warga.

Jejak Gafatar juga tercium di Kabupaten Sukamara. Pemerintah daerah setempat langsung mewaspadai adanya 39 orang yang datang dan bermukim di Desa Kartamulia, Kecamatan Sukamara, secara bersamaan. Mereka terdiri dari 22 orang anak-anak dan dan 17 orang dewasa.

Ke-39 orang itu juga datang dari Pulau Jawa, yatu Cilacap, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo, Tangerang, Jakarta, Brebes, Purbalingga, Serang, Lebak, Surabaya, Pemalang, dan Magelang.

Kecurigaan aparat cukup beralasan. Pasalnya, mereka kompak membeli tanah seluas dua kavling. Di samping itu, kelompok ini memiliki ciri-ciri khas anggota Gafatar, yakni bercocok tanam. Satu hal lagi, mereka mendirikan permukiman dengan jarak yang cukup jauh dari perkampungan warga setempat.

Menurut kesaksian warga, dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang dewasa dari kelompok ini sibuk berladang sementara anak-anak bermain atau belajar di rumah. Mereka juga dinilai bersikap tertutup alias antisosial.

Bahkan, anak-anak dari kelompok yang diduga pengikut nabi palsu Ahmad Musadeq itu pun dilarang untuk bermain di luar lingkungannya.

(MG-13/B-1)

Berita Terbaru