Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Karhutla yang Disengaja

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 03 Februari 2017 - 21:00 WIB

KOMANDAN Korem 102 Panju Panjung Kolonel Arm M Naudi Nurdika dalam sebuah rapat koordinasi lintas sektoral mengungkapkan fakta menarik. Meski sudah menjadi pengetahuan umum, tetapi penegasan Danrem itu cukup mengejutkan. Dikemukakannya, bahwa 90 persen kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi selama ini adalah karena unsur kesengajaan.

Rakor yang berlkangsung di Polda Kalteng itu sekaligus juga merupakan momentum evaluasi tentang kebijakan dan operasional di lapangan tentang pengendalian karhutla.

Musibah kebakaran hutan dan lahan yang sangat dahsyat di tahun 2015 sungguh menjadi pengalaman pahit yang tidak boleh terulang. Dan terbukti, gerakan pengendalian yang tidak kenal kompromi di tahun 2016, bisa menurunkan titik api.

Pengendalian yang dilakukan secara simultan, baik operasi pengawasan sekaligus eksekusi di lapangan yang sangat gencar, bisa menekan jumlah kebakaran. Penegakan hukum yang relatif kencang, sanggup mengerem laju pembakaran lahan. Daya kendali yang tercermin dari bahu-membahu semua pihak dalam melakukan upaya pencegahan, sangatlah efektif.

Dua poin penting yang disampaikan Danrem, yakni unsur kesengajaan menjadi penyebab dominan karhutla tahun 2015, bisa dikendalikan secara sukses dan efektif di tahun 2016.

Ada hal yang menarik dicatat dari fakta itu. Harus diakui, bencana kebakaran dan asap yang dahsyat 2015 merupakan cerminan dari kebijakan yang ada. Kala itu, Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 memang masih berlaku. Dalam peraturan tersebut diatur tata cara membakar lahan. Artinya, warga diperbolehkan membakar lahan dengan skala dan tata-cara tertentu, seperti izin ketua RT, lurah/kepala desa, izin camat, dan bupati.

Dalam satu wilayah kecamatan misalnya, camat dan seluruh perangkat di bawahnya boleh memberi izin secara kumulatif seluas 100 hektare dalam sehari.

Sekali lagi, inilah yang menjadi dasar, sikap masyarakat mengapa mereka membakar lahan, terutama untuk keperluan bercocok tanam. Dus, kesimpulan Danrem bahwa 90 persen karena kesengajaan, tidak bisa ditampik. Dan, di tahun 2016 karhutla berhasil ditekan habis, juga merupakan fakta yang patut disyukuri.

Yang tidak bisa kita sembunyikan adalah jerit dan tangis para petani. Mereka yang selama ini mengandalkan sistem 'bakar dan manugal' benar-benar menghadapi jalan buntu, tanpa solusi.

Bertani tanpa membakar dengan cara yang lebih modern, baru sebatas percontohan, dan belum menjadi gerakan massif. Musim tanam 2017 kita berharap petani memiliki peluang dan harapan yang lebih baik. (*)

*). Edisi cetak editorial ini bisa dibaca di Harian Palangka Post

Berita Terbaru