Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Proyek Konstruksi Didominasi BUMN, Ini Dampaknya ke Swasta

  • Oleh Teras.id
  • 05 November 2019 - 11:10 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pembangunan konstruksi yang kini masih didominasi oleh Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dikeluhkan para perusahaan swasta. Sebab, perusahaan swasta pada akhirnya hanya mendapat bagian sebagai sub kontraktor dari proyek sisa BUMN itu, akhirnya berimbas pada pembayaran proyek itu.

Wakil Ketua Umum V Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) La Ode Saiful Akbar menjelaskan, sebetulnya pemerintah telah melakukan kampanye bahwa BUMN hanya mengerjakan proyek konstruksi di atas Rp 100 miliar.

"Oke benar, realisasinya BUMN mengerjakan di atas Rp 100 miliar, tapi itu induk BUMN. Anak perusahaan, cicit BUMN, itu mengerjakan yang Rp 100 miliar ke bawah. Akhirnya kita pengusaha nasional gak dapet apa-apa," tutur La Ode di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 4 November 2019.

La Ode menjelaskan karena para pengusaha swasta hanya mendapatkan bagian sebagai subkontraktor dari proyek sisa BUMN. Namun, pembayaran untuk kerja sama tersebut sangat lama.

Walhasil, kata La Ode, sehingga mengakibatkan para pengusaha harus meminjam modal kepada perbankan, dan terlambat melunasi utang. "Ketika kita dapat subkontraktor dari BUMN, pembayaran dari BUMN paling cepat tiga bulan. Kadang bisa enam bulan."

Jika diteruskan, menurut La Ode, fenomena ini semacam monopoli yang akhirnya membuat para pengusaha swasta yang bergerak di bidang konstruksi ini jadi banyak yang berhenti. Ia berharap bank bisa langsung menyentuh kepada pengusaha UMK Konstruksi. "Dia tidak melalui BUMN tapi melalui pemerintah, bisa pusat atau daerah. Biasanya yang di bawah 50 M itu dari pemerintah daerah," ujarnya.

Namun, bunga yang diberikan bank acapkali tinggi untuk para pengusaha  swasta hingga mencapai 13 persen bunga yang acap kali tidak masuk kepada pengusaha kecil. "Kita pengusaha konstruksi mengerjakan proyek paling lama 8 bulan. Tapi bunga yang kita dapat ;(ari perbankan itu bisa 12-13 persen setahun, pengusaha tidak masuk," ucap La Ode.

Walaupun realisasi penyaluran kredit tinggi terjadi di sektor bisnis jasa konstruksi yang tumbuh sekitar 26,2 persen atau setara Rp 356 triliun. Akan tetapi, masalah yang mendasar adalah penyebab utama tingginya rasio NPL (non performing loan) pada sektor ini.

"Sekarang tumbuh 26,2 persen atau setara dengan Rp 351,1 triliun. Di satu sisi juga kredit KNK sektor konstruksi tumbuh 19,2 persen atau setara Rp 235,4 Triliun. Tapi kenapa justru NPL meningkat?" kata La Ode. (TERAS.ID/B-11)

Berita Terbaru