Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Obat Corona, Ilmuwan WHO Bandingkan Dexamethasone dan Remdesivir

  • Oleh Teras.id
  • 18 Juni 2020 - 10:10 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Berita hasil penelitian di Inggris tentang Dexamethasone yang terbukti mampu kurangi risiko kematian pasien Covid-19 yang kritis tersebar cepat. Fakta bahwa obat antiradang itu relatif murah dan dijual bebas di banyak negara membuat berita itu bertambah cepat terserap di media sosial. Harganya di India, misalnya, sekitar 3 Rupee atau setara Rp 560,- per tablet.

Lalu bagaimana Badan Kesehatan Dunia atau WHO menanggapinya Kepala Ilmuwan di organisasi itu, Soumya Swaminathan, mengakui kalau penelitian yang dilakukan tim dari Oxford University itu mewakili percobaan acak yang dilakukan dengan baik dengan melibatkan jumlah pasien yang sangat besar.

Bukti-bukti yang didapatpun disebutkannya tepat seperti yang diharapkan dari setiap pengujian obat. “Kedua, hasil yang kami dapat menunjukkan kalau obat ini bekerja terbaik pada pasien Covid-19 paling parah yang sudah mengalami gagal napas dan membutuhkan oksigen atau ventilasi mekanis,” katanya.

Soumya memuji hasil penelitian itu positif namun juga memperingatkan kalau obat jenis steroid itu hanya untuk pasien Covid-19 yang sudah sangat parah atau kritis dan membutuhkan dukungan peralatan medis untuk bisa bertahan. Soumya juga mengatakan, apa yang diberitakan baru sebatas keterangan untuk wartawan (press release). Sedang makalah yang memuat hasil penelitian selengkapnya belum dipublikasikan.

Soumya mengingatkan kalau Dexamethasone tidak seharusnya digunakan orang-orang yang terinfeksi virus corona Covid-19 ringan atau tidak parah. Menurutnya, sangat jelas bahwa obat yang bekerja mengurangi peradangan dengan cara menekan respons alami dari sistem kekebalan tubuh itu tidak berpengaruh jika diberikan kepada mereka yang paru-parunya tidak rusak.

Risiko mengasup Dexamethasone, yang adalah kelompok corticosteroid, secara serampangan disebutkannya malah bisa memperburuk infeksi. “Ini sebabnya sangat penting obat ini diresepkan dokter dan itupun seharusnya hanya diberikan untuk pasien dirawat di rumah sakit,” kata Soumya menuturkan.

Meski begitu Soumya mengaku senang dengan temuan tim Oxford. Alasannya, Dexamethasone, telah sejak lama digunakan secara luas. Obat jenis ini mungkin telah digunakan untuk tujuan yang sama tapi yang membuatnya berbeda saat ini, Soumya menambahkan, “Anda sudah memiliki bukti kalau obat ini benar ada efeknya.”

Soumya menerangkan, Dexamethasone tidak termasuk dalam jenis obat yang diuji dalam skema Solidarity Trial yang didorong WHO. Namun dia mengakui hasil penelitiannya lebih maju bahkan ketika dibandingkan dengan Remdesivir sekalipun. “Remdesivir di Solidarity Trial belum sampai ke tahap ini. Remdesivir baru menunjukkan mampu mengurangi masa pasien menjalani perawatan di rumah sakit sekitar 30 persen tapi sejauh ini belum menunjukkan manfaatnya soal mortalitas.”

Soumya ke depan berjanji untuk melihat seluruh data hasil Solidarity Trial dan juga uji lainnya di luar itu. Hasilnya jelas akan berdampak kepada acuan perawatan untuk subgrup pasien yang kritis dan bergantung ventilator. “Acuan itu akan terus diperbarui mengikuti bukti baru seperti yang didapat sekarang,” katanya.

Sementara itu, Pemerintah Inggris langsung mengizinkan penggunaan Dexamethasone untuk pasien Covid-19 per Jumat 17 Juni 2020. “Obta langsun disediakan dan sudah digunakan,” kata Menteri Kesehatan Matt Hancock. Dia menambahkan, “Ini bukan obat yang sebenarnya tapi ini adalah berita terbaik yang kita punya sekarang.”

(TERAS.ID)

Berita Terbaru