Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Komnas Perempuan Beri Penghormatan 11 Perempuan Pembela HAM

  • Oleh Teras.id
  • 31 Oktober 2020 - 15:50 WIB

TEMPO.COJakarta - Komisi Nasional Perempuan memberi penghormatan pada 11 perempuan pembela HAM, pada acara puncak peringatan 22 tahun Hari Lahir Komnas Perempuan, yang jatuh 28 Oktober 2020.

"Perempuan Pembela HAM (PPHAM) adalah perempuan yang membela Hak Asasi Manusia, dan pembela HAM lain yang membela hak-hak perempuan dan hak-hak yang berkaitan dengan gender dan seksualitas," ujar Komnas Perempuan dalam keterangan resminya, Jumat, 30 Oktober 2020.

Komnas menilai pekerjaan mereka dan tantangan yang mereka hadapi telah diakui dalam Deklarasi Marrakesh, memandatkan setiap negara anggota PBB untuk melindungi Perempuan Pembela HAM pada tahun 2018.

Komnas Perempuan mencatat ada dua tipe serangan pada perempuan pembela HAM di Indonesia. Yang pertama, serangan terhadap tubuh dan seksualnya atau identitasnya sebagai perempuan. Kedua, serangan atas dasar stereotip dan atas dasar peran gendernya. Serangan tersebut bersifat langsung maupun tidak langsung misalnya melalui media sosial.

Adapun 11 perempuan pembela HAM tersebut adalah

1. Estu Fanani
Estu pernah menjabat sebagai Direktur LBH APIK Jakarta, dan berkiprah di lembaga tersebut sejak tahun 2002 hingga 2010. Lulusan Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro ini dinilai konsisten dan gigih bekerja untuk mendukung perempuan korban kekerasan untuk mendapatkan keadilan.

Sejak Desember 2019, Estu mulai sakit dan kondisinya memburuk sejak februari 2020 karena sindrom Mielodisplasia yang dideritanya. Estu berpulang di usia 46 tahun di 2020 ini.

2. Ratih Purwarini
Dokter Ratih bergabung dengan Komnas Perempuan sebagai relawan sejak Oktober 2014 hingga November 2017. Ia meninggal karena tertular Covid-19. Di akhir hayatnya, Dokter Ratih masih menjabat sebagai Direktur RS Duta Indah Jakarta Utara dan sebagai anggota IDI Cabang Jakarta Timur.

3. Rosniati
Rosniati atau Nia aktif di dalam berbagai kegiatan sosial sejak masa perkuliahan. Ia memilih jalan perjuangan untuk hak-hak perempuan dengan bergabung sebagai anggota Solidaritas Perempuan (SP) Palu pada 2007.

Di akhir 2019, perempuan asal Palu, Sulawesi Tengah, itu mulai berjuang melawan kanker payudara yang dideritanya. Hingga akhirnya Tuhan memanggil Nia pada September 2020.

4. Nurhidayah Arsyad
Sejak mahasiswa Nur dikenal sebagai aktivis dan aktif di Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia dan Kohati di Makassar dan bergabung bersama Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP) Sulawesi Selatan.

Nur hijrah ke Jakarta pada tahun 2002 dan memulai aktivitasnya sebagai jurnalis dan melanjutkan perjuangannya di dunia gerakan perempuan. Nur merupakan anggota dan Pengurus Solidaritas Perempuan Jabotabek selama 10 tahun.

Pada saat meninggal 2019, Nur bekerja di Sajogyo Institut untuk isu perempuan dan agraria dan sebagai Ketua Pendidikan dan Pengorganisasian Nelayan Perempuan DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

5. Ibu Den Upe Rambelayuk
Ibu Den merupakan Koordinator Dewan Aliansi Masyarakat Adar Nusantara (AMAN) periode 1999-2003, Anggota DAMANNAS 2003-2012 dan komunitas adatnya tergabung di BPH AMAN Toraja. Perjuangan Ibu Den Upa membentuk organisasi Masyarakat Adat telah dilakoni sejak tahun 80an. Ibu Den turut mengawal lahirnya organisasi masyarakat adat terbesar di Indonesia, AMAN, di tahun 1999.

Ia wafat pada Maret 2019 secara tiba-tiba di Toraja, Sulawesi Selatan dalam usia 74 setelah merasa sesak dan kemudian drop.

6. Lily Dorianty Purba

Berita Terbaru