Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Perjuangan Serikat Pekerja versus Perusahaan

  • Oleh Penulis Opini
  • 26 Mei 2021 - 08:45 WIB

SERIKAT pekerja merupakan suatu badan pejuangan para pekerja (buruh/karyawan). Yang perlu bagi kaum buruh ialah bahwa mereka mempunyai tenaga dan mempunyai kekuasaan. Susunkanlah tenaga itu di dalam serikat kerja, timbunkanlah kekuasaan itu dalam gabungannya serikat pekerja.

Pembentukan serikat pekerja setidaknya dilatarbelakangi adanya maksud dan tujuan mempertahankan dan memperbaiki nasib kaum buruh di dalam segala lapangan (baik sosial, ekonomi, maupun politik). Sebab nasib kaum buruh itu bukan urusan ekonomi saja seperti upah dan urusan pensiun, bukan pula urusan sosial saja seperti asuransi dan pendidikan, nasib kaum buruh itu juga sebagian urusan politik.

Politik yang dimaksud berkaitan dengan kebebasan dan keadilan. Serikat pekerja perlu mengadakan pembicaraan dengan kaum modal. Pembicaraan itu harus pembicaraan yang memajukan syarat-syarat, pembicaraan yang menuntut, pembicaraannya utusan serikat peekerja yang berjuang.

Dikabulkan tuntutannya, syukur, memang itu yang dikehendaki!. Kalau tidak dikabulkan segera selidikilah organisasi sebab penolakan tuntutan itu biasanya adalah oleh karena kekuasaan kaum modal itu belum takut kepada kekuasaan kaum buruh. Selidikilah organisasi dan kuatkanlah organisasi itu lebih kuat dari sebelumnya dan bangkitkanlah organisasi itu dengan demonstrasi serta aksi gabungan dengan tuntutan yang hebat. Selebihnya untuk mendorong tuntutan itu dengan desakan yang maha kuasa.

Hal itulah yang nampaknya sedang diperjuangkan Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSPKEP) Kabupaten Tabalong. Sikap FSPKEP mempersoalkan adanya karyawan PT SIS yang berjumlah 853 orang yang dianggap PT SIS mangkir kerja dan mendapatkan peringatan lisan karena memperingati hari buruh internasional pada 1  Mei 2021 yang lalu.

Tak hanya itu saja karyawan yang dianggap mangkir kerja maka berdampak pada perhitungan insentif yang perkaliannya menjadi jauh berbeda dan berkurang. FSPKEP mempersoalkan hal tersebut bukan tanpa alasan karena adanya Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Penetapan Tanggal 1 Mei Sebagai Hari Libur yang diantaranya menyatakan bahwa Hari Buruh Internasional tanggal 1 Mei diperingati secara rutin oleh para pekerja/buruh di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan PT SIS selaku perusahaan sekaligus sebagai “kaum modal” berpendapat 1 Mei bukan hari libur nasional menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005  dalam Pasal 7 yang menyatakan bahwa dalam hal libur resmi jatuh pada suatu periode kerja yang telah dipilih dan ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan waktu kerja maka libur resmi tersebut dianggap hari kerja biasa.

Hal ini menandakan adanya perbedaan penafsiran dari kedua belah pihak antara keputusan presiden dengan perturan menteri. Namun yang menariknya semenjak 1 Mei 2014 hingga 1 Mei 2020 tidak dipermasalahkan PT SIS sebagai hari libur, tetapi 1 Mei 2021 diputuskan tidak sebagai hari libur yang kabarnya keputusan tersebut dilakukan Manajemen PT SIS yang baru sebagai pengambil kebijakan.

Persoalan yang terjadi antara kedua belah pihak bisa saja bukan soal perbedaan penafsiran antara keputusan presiden dengan peraturan menteri, karena bagaimanapun keputusan presiden mempunyai kedudukan hukum yang lebih tinggi dibandingkan peraturan menteri. Namun keputusan yang dilakukan pihak Manajemen PT SIS bisa saja untuk menguji sejauh mana kekuatan FSPKEP mempunyai pengaruh atau sebaliknya mudah dikendalikan.

Perlawanan yang dilakukan FSPKEP terhadap PT SIS ini memang menarik dan penuh resiko. Betapa tidak yang dilawan FSPKEP bukanlah pihak eksternal, melainkan internal yang menjadi wadah mereka meraup rezeki untuk menyambung kehidupan. Namun tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama itu memperjuangkan hak yang dimiliki dan ada aturan yang menjadi pedoman.

Berita Terbaru