Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Agar "Panic Buying" tak Kembali Terjadi

  • Oleh ANTARA
  • 07 Juli 2021 - 12:40 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Pembelian impulsif atau panic buying akibat mengambil keputusan secara emosional seperti yang terjadi dalam kasus tabung oksigen hingga susu berlogo beruang beberapa waktu lalu bisa dihindari. 

Psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia Mega Tala Harimukthi mengatakan, kembali ke akal sehat dan hati nurani bisa menjadi salah satu kiatnya. Merujuk pada kelangkaan tabung oksigen karena diburu orang seiring meningkatnya angka kasus COVID-19, cobalah kembali memahami siapa saja yang sebetulnya membutuhkan alat ini, khususnya di tengah pandemi COVID-19. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, pasien COVID-19 yang membutuhkan terapi oksigen ialah mereka dengan gejala berat dan kritis, juga orang dengan gangguan pernapasan. 

Sementara pasien tanpa gejala atau bergejala ringan bisa terus memantau saturasi oksigen di dalam darah mereka menggunakan pulse oximeter. Angka saturasi berada dikatakan normal bila menunjukkan kurang lebih sama dengan 95 persen. Apabila saat diukur, angka menunjukkan di bawah 95 persen, pasien disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi medis. 

"Saya sarannya, edukasinya itu pertama kembali ke akal sehat, hati nurani kita. Kalau merasa diri sehat (tidak mempunyai penyakit bawaan yang membutuhkan tabung oksigen, kita enggak punya asma misalnya, sakit jantung dan penyakit lain yang berhubungan dengan pernapasan), tidak perlu dulu untuk memborong tabung oksigen," kata Tala saat dihubungi ANTARA beberapa waktu lalu.  

Di sini, orang-orang yang mempunyai kapasitas ilmu medis khususnya terkait COVID-19 atau bahkan pihak media bisa berperan mengedukasi masyarakat misalnya dalam bentuk infografis. Dalam infografis itu bisa digambarkan siapa saja yang membutuhkan terapi oksigen dan bagaimana orang mendapatkan tabung oksigen. 

Selain itu, pemanfaatan media sosial misalnya TikTok, Instagram dan lainnya juga bisa dicoba sebagai sarana penyampai informasi. 

"Bentuk edukasi yang mudah dipahami bisa infografis, sekarang ada TikTok yang bisa menjadi sarana penyampai informasi, Instagram, pokoknya memanfaatkan banyak media untuk mengedukasi masyarakat bahwa tidak perlu panic buying yang sampai merugikan orang lain," ujar Tala. 

Kemudian, untuk Anda yang cenderung cemas sehingga berisiko panic buying akibat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau segala kebijakan pembatasan kegiatan di luar rumah, bisa mencatat daftar kebutuhan dan membelinya sesuai daftar.  

Tala menyarankan agar mempertimbangkan barang yang akan dibeli hanya sesuai kebutuhan. Hal ini juga berlaku saat Anda melihat orang mengunggah daftar belanjaannya. Pikirkan kembali barang yang orang lain beli itu Anda butuhkan atau tidak. 

Berita Terbaru