Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

"No Time To Die"; yang Fana Adalah Waktu, James Bond Abadi

  • Oleh ANTARA
  • 04 Oktober 2021 - 10:15 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Pekan lalu, film James Bond ke-25 “No Time To Die” akhirnya mulai beredar di bioskop setelah tertunda selama 18 bulan.

Sebagaimana yang sudah santer dibicarakan publik, “No Time To Die” menjadi film kelima dan yang terakhir bagi Daniel Craig yang telah memulai debutnya sebagai Bond di “Casino Royale” (2006).

Kali ini, Craig akan menikmati “masa pensiun” di dunia nyata, tak hanya di dalam semesta James Bond—angan-angan Bond untuk menikmati masa pensiun tergambar di “Casino Royale” dan “No Time To Die”.

Ketika seorang aktor memutuskan pensiun memerankan karakter Bond, rumor dan spekulasi tentang siapa aktor yang akan bermain di film selanjutnya pun selalu bermunculan.

Nama Idris Elba misalnya, aktor kulit hitam yang masuk dalam perbincangan rumor pengganti Craig. Bahkan beberapa tahun terakhir, wacana dan pertanyaan ‘apakah mungkin karakter Bond dapat diperankan oleh perempuan’ menyeruak di perbincangan publik—jika bisa, maka namanya akan berubah jadi "Jane Bond", katanya.

Wacana “Bond versi perempuan” muncul bukan tanpa alasan—Bond selalu dikritik karena mewarisi tradisi maskulinitas ala Barat. Karakter James Bond identik dengan cerminan dunia yang dominasi peran laki-laki hingga pada bagaimana cara kamera merekam dan memandang perempuan sebagai objek (male gaze).

Timothy M. Hoxha dalam artikel “The Masculinity of James Bond: Sexism, Misogyny, Racism, and the Female Character” yang diterbitkan Cambridge Scholars Publishing pada 2011 mencatat fenomena Bond yang telah menjadi “imajinasi bersama” tentang maskulinitas dan feminitas yang “ideal” dengan:

“Untuk laki-laki, Bond mewakili fantasi pamungkas—seorang agen rahasia yang dengan percaya diri dapat memilih perempuan dengan kemudahan kasual yang sama seperti yang dia gunakan untuk memesan segelas sampanye, sambil dengan cerdik berkelahi dengan dalang kriminal.

Untuk perempuan, dia [Bond] sopan, gagah, dan tampan; layaknya ksatria yang mewujudkan peran penakluk, penggoda, dan pahlawan.”

Meski aktor berganti-ganti sejak beberapa dekade lalu—mulai dari Sean Connery, George Lazenby, Roger Moore, Timothy Dalton, Pierce Brosnan, dan terakhir Daniel Craig—Bond akan selalu tampil necis dengan setelan jas, lengkap dengan simbol-simbol ikonisnya mulai dari pistol, Aston Martin, alkohol—ia nyaris selalu memesan vodka martini yang harus dikocok sampai sedingin es, bukan diaduk—dan deretan perempuan yang mengelilinginya atau kerap disebut “Bond Gilrs”.

Tengoklah “Bond Gilrs” versi mula-mula, dalam “Dr. No” (1962) misalnya, yang menggambarkan fenomena male gaze saat karakter Honey Ryder (diperankan oleh Ursula Andress) tampil untuk pertama kali muncul dalam adegan di pantai dengan menggunakan bikini sementara Bond versi Connery menatapnya dari kejauhan.

Berita Terbaru