Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Jadi Penyebab Anjoknya Harga TBS, Pungutan Ekspor Perlu Dipangkas

  • Oleh Wahyu Krida
  • 28 Juni 2022 - 14:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang berbagai kebijakan pungutan yang memberatkan eksportir Crude Palm Oil (CPO). 

Menurut Anggota DPR RI asal Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Mukhtarudin, dampak dari kebijakan pungutan ekspor yang tinggi membuat eksportir tidak mendapat margin yang menarik. Oleh sebab itu, pungutan tersebut dinilai perlu dipangkas.  

“Jadi perlu dikalkulasi ulang kebijakan tersebut, agar ekspor CPO kembali bergairah, sehingga menguntungkan buat rakyat dan negara. Perlu diingat, penurunan ekspor CPO kita sangat tajam turunnya. Dalam bulan Mei, ekspor komoditas unggulan (sawit) hanya 284,6 USD dan stok CPO kita 6 juta-an metrik ton, Jadi sangat melimpah sekali,” jelas Mukhtarudin yang merupakan Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan bahwa inilah yang memicu harga TBS turun tajam sudah di bawah 1000 rupiah.

"Harga cenderung turun terus dan bahkan banyak sudah PKS yang tutup, tidak lagi menerima TBS dari kebun rakyat. Akibatnya, petani sawit bangkrut masal dan melarat," ungkapnya,  Selasa, 28 Juni 2022.

Mukhtarudin mengatakan, informasi yang diterimanya dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), saat ini, sudah ada sekitar 70-an Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang sudah tidak lagi menerima terima Tandan Buah Segar (TBS) rakyat.

"Jadi ini perlu perhatian pemerintah secepatnya. Selain itu tidak menariknya ekspor CPO, karena tingginya berbagai pungutan dari pemerintah yang dibebankan pada para pengusaha," kata dia. 

Padahal, menurut Mukhtarudin, harga CPO global sekitar US$ 1,38 atau Rp 20.000)/kg. "Namun untuk menjual ke luar negeri kena pungutan ekspor (BPDPKS) sebesar US$ 200/Kg, lalu kena lagi pajak ekspor US$ 288/Kg dan ditambah lagi flush out US$ 200/kg. “Total pajak pungutan US$ 688/kg atau Rp 11.000/kg). Setara 55% dari harga CPO global," jelas Mukhtarudin.

Akibat tingginya pungutan ini, lanjut Mukhtarudin, berdampak pada ekspor CPO Indonesia yang tidak feasible dan akibatnya ekspor CPO RI turun tajam. 

"Pada Mei 2022, komoditas utama ekspor Indonesia minyak kelapa sawit mengalami penurunan terdalam, sebesar -87,72 persen atau setara dengan US$ 2,03 miliar," jelasnya. 

Karena itulah, Mukhtarudin meminta pemerintah agar mengajak stakeholder untuk duduk bersama mencari win-win solution dan harus dicari cara menaikkan kembali menjadi Rp3000/Kg. 

"Solusinya, berbagai pungutan dan pajak ekspor ini harus dihitung ulang dengan besaran yang pantas dan tidak berdampak merugikan rakyat. Sehingga, ekspor kembali bergairah dan bangkit, harga CPO kembali terdongkrak menjadi Rp 16.000/kg. Dampaknya, maka harga TBS bisa menjadi Rp 3.000/kg dan petani sejahtera," demikian Mukhtarudin. (WAHYU KRIDA/B-7)

Berita Terbaru