Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mogok Kerja Berjamaah, PNS BLH Kobar Terancam Sanksi

  • 10 April 2016 - 22:37 WIB

Mogok kerja berjamaah yang dilakukan 30 dari 31 pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kota'waringin Barat (Kobar), tampaknya masih akan berlanjut. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kobar mengancam menjatuhkan sanksi terhadap mereka.

''Masalah tersebut sudah dibicarakan pada rapat Jumat (8/4/2016). Bagaimanapun, mogok kerja PNS itu menyalahi aturan dan ada sanksinya, baik berat maupun ringan,' kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kobar, Tengku Ali Syahbana, Minggu (10/4/2016).

Tetapi mereka tampaknya tidak peduli dianggap telah menentang aturan disiplin kerja yang menutup peluang banyak bolos dari tugas se-bagai abdi negara dan pelayan publik. Pembangkangan itu dilakukan mulai kalangan staf, kepala sub bidang hingga kepala Bidang, bahkan sekretaris BLH, sejak Rabu (6/4/2016).

''Aksi ini akan berhenti menunggu apa tindakan yang akan diambil kepala daerah (bupati),' kata Syahrudin, Kabid Pengawasan dan Pe'ngendalian BLH Kobar, kepada Borneonews, kemarin.

Kepala BLH Kobar, Fahrizal Fitri, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 565/BLH-II.I/XI/2015 tentang Disiplin Kerja PNS untuk melakukan absensi wajib sebanyak empat kali dengan mesin fingerprint/(absensi sidik jari). Absensi dilakukan pada saat jam masuk, hendak istirahat, habis istirahat, dan waktu pulang kerja.

Terdeteksi

Aturan tersebut berlaku mulau Februari 2016 untuk mencegah pegawai yang keluyuran setelah absen saat masuk dan baru kembali untuk absen pulang. Bagi yang melanggar, dikenakan sanksi berupa pemotongan Tunjangan Ki-nerja sebesar 4%.

''Kawan-kawan tidak terima apabila aturan tersebut hanya berlaku di BLH. Di SKPD (satuan kerja perangkat daerah) lain tidak ada menerapkan aturan seperti itu,' tukas Syahrudin.

Namun, ia tidak menyangkal adanya sejumlah PNS BLH yang bolos kerja dari tujuh sampai 20 hari tanpa keterangan. ''Itu benar adanya dan itu tidak bisa dipungkiri,' katanya.

Tapi, menurut dia, itu bisa jadi akibat akumulasi keterlambatan masuk. ''Di dinas lain terlambat sedikit tidak ada pencatatan dan tidak melakukan absensi empat kali pakai fingerprint sehingga sulit  terdeteksi. Kalau di BLH otomatis terdeteksi,' kata Syahrudin.

Sementara Fahrizal Fitri tak akan mundur dari kebijakannya. ''Absensi empat kali itu se'suai peraturan yang dikeluarkan Gubernur Kalteng, kementerian terkait, dan aturan lain yang berlaku. Jika aturan itu dicabut, maka akan dicontoh SKPD lain untuk menentang atasan,' katanya.

(KK/RD/CP/B-1)

Berita Terbaru