Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Peta Gambut

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 19 Mei 2016 - 21:15 WIB

BAGI mayarakat awam, apa yang selama ini diberitakan sebagai  'moratorium gambut'  dipahami secara terbatas.  Artinya, moratorium gambut dipahami sebatas 'larangan agar masyarakat tidak menggarap lahan gambut.'

Atau,  juga dipahami sebagai 'kebijakan yang berisi larangan  agar pemerintah tidak mengeluarkan izin perkebunan di atas lahan gambut.'

Kenyataannya, pengertian moratorium gabut ini sangat luas dan kompleks.  Salah satu soal yang kemudian menimbulkan berbagai masalah adalah,  adanya peta lahan gambut.  Nah, celakanya,  gambar peta di atas kertas tidak cocok atau bertentangan dengan kenyataan di lapangan.

Sebagai contoh,  peta lahan gambut di Kotawaringin Barat, khususnya di  Kota Pangkalan Bun dan sekitarnya.  Di atas kertas disebut, bahwa suatu daerah itu adalah wilayah atau  lahan gambut. Tetapi fakta di lapangan, wilayah atau daerah itu ternyata bukan lahan gambut.

Apalagi,  secara jelas di dalam peta, bahwa  Kota Pangkalan Bun, disebut sebagai lahan gambut.  Malah, hampir separuh kota tersebut tercatat sebagai lahan gambut. Padahal, Kota Pangkalan Bun hampir seluruhnya berada di darat atau natai  (dataran tinggi). Secara faktual, yang masuk daerah gambut  adalah kawasan seberang Sungai Arut yang berada di pinggir kota tersebut. Misalnya Kelurahan Mendawai Seberang, dan Raja Seberang.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa peta gambut itu menunjuk daerah non gambut atau daratan  Pasti ini sebuah kesalahan manusia. Kesalahan manusia yang duduk di sebuah kursi  di sebuah instansi. Pendek kata,  peta gambut yang menunjuk daratan itu adalah kesalahan  para pejabat beserta para stafnya.

Jika kita mau lacak, ya berangkat dari  instansi  terkait. Yakni  Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Badan Pertanahan Nasional. Sekurang-kurangnya tiga instansi inilah  yang harus bertanggung jawab.  Merekalah yang langsung atau tidak langsung, baik dalam koordinasi vertikal maupun horizontal, bertanggungjawab pada pembuatan peta itu.

Mengapa  Bisa jadi, peta itu hasil keputusan pemerintah pusat.  Tetapi  secara jelas, pemerintah pusat tidak bisa membuat keputusan tanpa  ada masukan dari bawah/daerah.  Pusat tidak bisa membuat peta tanpa usulan dan rancangan gambar dari daerah.

Karena itu, kita curiga,  mengapa   pusat salah membuat peta gambut Karena masukan, usulan bahkan rancangan dari daerah juga salah. Pastilah: keputusan yang salah berasal dari masukan yang salah. Analisis dan kesimpulan yang salah, berasal dari data yang salah.

Pagi-pagi sudah ada catatan, bahwa peta gambut ini bisa diajukan evaluasi dan revisi setiap enam bulan sekali. Artinya, instansi terkait bisa mengajukan revisi peta itu.  Moratorium gambut ini cukup merugikan warga Kota Pangkalan Bun. Ribuah warga terhambat proses pembuatan sertifikat tanah. Tetapi kan seluruh warga kota menyaksikan, tidak ada satu instansipun yang mengajukan evaluasi. Tidak ada yang mengajukan revisi. Ya kah lok !

Berita Terbaru