Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pentingnya Rapor dari Anak untuk Orang Tua

  • Oleh ANTARA
  • 09 April 2024 - 17:40 WIB

BORNEONEWS, Bondowoso - Hubungan antara orang tua dengan anak di masyarakat kita pada umumnya berjalan dalam pola relasi kuasa. Artinya, orang tua "berkuasa" terhadap anak dan anak harus "patuh buta" kepala orang tua. Ada ketimpangan kuasa dalam hubungan antarsubjek.

Demikian juga dengan hubungan pasangan suami istri. Budaya patriarki telah membawa keadaan pada relasi kuasa suami terhadap istri.

Tidak jarang dalam relasi kuasa ini, pihak-pihak yang "dikuasai" harus kalah, bahkan begitu banyak terungkap kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan istri dan anak selalu menjadi korban.

Atas mulai terkuaknya kasus-kasus kekerasan hingga berujung pada tindakan kriminal itu membuat komunitas "Ngopi Bareng" yang selama ini belajar intensif mengenai ilmu kesadaran, tergerak untuk mengingatkan masyarakat mengevaluasi kembali pola hubungan dalam keluarga.

Komunitas yang salah satu penggeraknya adalah Prof. Ridho Bayuaji, ST, MT, Ph.D, Guru Besar Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, ini memandang bahwa menyelamatkan keluarga menjadi sangat penting untuk menyelamatkan generasi mendatang.

Pola hubungan dalam relasi kuasa di keluarga, meskipun tidak sampai menimbulkan tindakan kriminal, sangat berdampak pada kualitas anak-anak yang di pundak mereka masa depan bangsa ini kita harapkan.

Anak-anak yang lahir, tumbuh, dan besar di keluarga harmonis dan damai, diyakini lebih memiliki kualitas untuk mengambil peran di masyarakat dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh di keluarga yang penuh kegaduhan.

Anak-anak yang tumbuh di keluarga tidak harmonis harus berkutat menyelesaikan masalah jiwanya, sebelum meraih prestasi dan kemudian mengambil peran tanggung jawab di masyarakat. Anak-anak itu menjadi korban budaya sehingga tidak sadar tumbuh menjadi sosok dengan jiwa seperti mekanik atau mesin.

Konsekuensinya, mereka banyak melewati waktu yang terbuang untuk berperan dalam kiprah sosial, bahkan sama sekali tidak berani mengambil tanggung jawab dalam peran tersebut. Anak-anak menjadi minder, bahkan bisa bergumul dalam stres berkepanjangan, hingga terjerumus ke dalam perilaku menyimpang.

Dalam konteks berkeluarga, anak-anak yang tumbuh di keluarga yang penuh kekerasan juga akan terjebak dalam kubangan pernikahan yang penuh konflik. Kalau di masa kecil mereka merupakan korban dari tindakan orang tuanya, ketika berkeluarga, mereka akan menjadi pelaku. Begitulah siklus suasana keluarga itu terus berulang jika tidak ada upaya untuk menanganinya secara mendasar.

Berita Terbaru