Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Penyu Hijau

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 26 Juni 2016 - 17:43 WIB

DI TENGAH kalang kabut persoalan mudik lebaran,  ada berita menarik dari  Taman Wisata Alam (TWA) Tanjung Keluang. Taman wisata yang berada di kawasan Teluk Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat itu memang terkenal sebagai  kawasan singgah satwa langka, yakni penyu hijau.

Karena itulah Tanjung Keluang bersama hutan yang masih ada di dalamnya, ditetapkan sebagai  daerah konservasi.  Kawasan konservasi yang berpasir putih itu memang memiliki 'komoditi'  satwa langka yang bernama penyu  hijau tadi.  Di Tanjung Keluang, penyu menjadi objek penelitian,  objek penangkaran, dan sekaligus menjadi atraksi pelepasliaran anak penyu yang bernama Tukik  itu.

Berita tidak menggembirakan yang dilansir harian ini adalah,  maraknya kembali  penangkapan penyu hijau oleh nelayan.  Kita  tidak tahu persis, kegiatan penangkapan penyu itu marak kembali atau memang sebenarnya tidak pernah surut dari dulu  Artinya, sebenarnya dari dulu ya banyak orangmenangkap penyu. Hanya saja,  tidak tertangkap tangan petugas.

Sebagaimana diketahui,  Tanjung Keluang berada di mulut  Muara Sungai Kumai. Dan perairan di kawasan itu disebut Teluk Kumai.  Sedangkan Teluk Kumai itu berada persis di depan deretan desa-desa nelayan. Mulai dari Desa Kubu, Sungai Bakau, Teluk Bogam, Keraya hingga Sabuai. 

 Nah, di sinilah  persoalan peliknya. Setelah berkeliling dunia, penyu-penyu yang mau bertelur beramai-ramai merapat ke kawasan pasir Tanjung Keluang. Tetapi  begitu memasuki Teluk Kumai, penyu-penyu itu harus melewati perangkap-perangkap berupa jaring-jaring para nelayan. 

 Persoalan pelik kedua,  Undang-undang No 5/1990 Tentang  Konservasi Sumber Daya Alam Hayati nyaris tak pernah dipahamkan dengan baik. Para  stake holder  tidak aktif menyosialisasikannya.   

Sudah pasti,  penyu yang sial  dengan mudah terperangkap jaring nelayan. Dan nelayan yang bersangkutan tak mungkin melepaskannya. Apalagi kulit dan daging penyu bernilai jual  tinggi.

Begini bunyi salah satu pasal UU No5/1990 itu.  Setiap orang dilarang untuk :    

a). menangkap, melukai, membunuh,menyimpan, memiliki,

memelihara,mengangkut, dan memperniagakan satwa yang

dilindungidalam keadaan hidup;

b). menyimpan, memiliki, memelihara,mengangkut, dan

memperniagakan satwa yang dilindungidalam keadaan mati;

c). mengeluarkan satwa yang dilindungidari suatu tempat di

Indonesia ketempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d).  memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuhatau

bagian - bagian lain satwa yang dilindungiatau barang-barang

yang dibuatdari bagian-  bagian satwa tersebut atau

mengeluarkannyadari suatu  tempat di Indonesia ke tempat lain

di dalamatau di luar Indonesia;

e). mengambil, merusak, memusnahkan,memperniagakan,  menyimpan atau memiliki telurdan/atau sarang satwa yang  dilindungi.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tampaknya  tidak boleh berleha-leha. Harus aktif mendekati dan berkoordinasi dengan para nelayan.  Dan, sampaikan bahwa penyu-penyu itu  dilindungi  oleh Undang-undang.   Sekali lagi, datanglah kepada para nelayan dan sampaikan, ' Karena dilindungi Undang-Undang, penyu yang tersangkut jaring hendaknya dilepaskan!'

Dan karena yang tersangkut jaring saja harus dilepaskan, apalagi yang dengan sengaja menangkapnya. Pasti lebih berat pidananya!

Berita Terbaru