Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kisah Bawang Merah

  • Oleh Tim Borneonews
  • 05 Februari 2017 - 23:14 WIB

Kisah Bawang Merah

GUBERNUR bangga bisa panen bawang merah. Itulah salah satu berita gembira yang kita baca.

Salah satu cita-cita Gubernur Sugianto Sabran adalah menjadikan Kalimantan Tengah mandiri. Terutama untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ia tidak mau bahan kebutuhan pokok tergantung pada provinsi tetangga. Apalagi tergantung pada pasokan dari Jawa.

Setiap berkunjung ke pasar-pasar, ia jumpai berbagai komoditi yang tidak dipasok atau diproduksi daerah sendiri. Semua didatangkan dari luar daerah. Mulai dari ikan, bawang merah, cabai, wortel, hingga kunyit.

Memacu sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, memang merupakan keharusan bagi Kalimantan Tengah. Alasan selama ini yang selalu dikemukakan bahwa lahan gambut di Kalimantan Tengah tidak cocok untuk tanaman pangan, sudah terpatahkan.

Contoh yang paling mencolok adalah rekayasa lahan yang dilakukan para transmigran. Di kawasan transmigrasi, dengan skala yang terbatas, berbagai tanaman pangan, termasuk hortikultura seperti kacang, jagung, bawang putih, kunyit, bawang merah, bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Dengan pendampingan yang memadai, maka berbagai tanaman pangan dan kebutuhan sehari-hari telah terbukti membuahkan hasil. Bawang merah yang semula dianggap mustahil, ternyata terbukti di berbagai daerah di Kalimantan Tengah ini bisa berproduksi dengan baik.

Di Kapuas, Katingan, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat, sudah terbukti cocok untuk bertanam bawang merah. Bahkan, Gubernur telah membuktikan sendiri, bawang merah bisa dipanen dengan baik di Desa Banturung, Palangka Raya.

Demikian halnya soal tanaman cabai. Semua daerah terbukti bisa ditanami cabai. Apalagi setelah dilakukan rekayasa lahan. Ini berarti, daerah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk mandiri.

Pertanyaannya mengapa selama ini daerah ini sangat tergantung pada pasokan daerah lain, terutama dari Jawa Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Kalteng memang harus bekerja keras melakukan mobilisasi petani.

Selama ini masih sangat minimalis. Hal ini terlihat dari data penanaman cabai di penghujung 2016 tempo hari. Daerah ini turut krisis cabai karena saat itu hanya tercatat puluhan hektare tanaman cabai saja di Kalimantan Tengah ini. Dengan kondisi ini, sudah pasti terjadi defisit cabai.

Bahan kebutuhan pokok (pangan), sejatinya sangat sensitif. Terutama terhadap stabilitas perekonomian daerah. Fluktuasi harga cabai dan bawah merah, menjadi penentu laju inflasi.

Kenyataan ini, hendaknya menjadikan pemerintah daerah tidak ragu lagi. Gerakan menanam harus regera dibangkitkan secara besar-besaran. Semua sudah terbukti, tak ada yang tidak bisa ditanam dan berbuah subur di sini!

Semuanya bisa ditanam. Semuanya berbuah baik. Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menanam di lahan-lahan yang berlimpah. Curahkan perhatian, curahkan kebijakan, curahkan anggaran dan fokuskan pada gerakan menanam dan menanam. Semua komoditi pangan bisa ditanam!

*)Edisi cetak editorial ini bis dibaca di Harian Palangka Post

Berita Terbaru