Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Rumah Walet

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 07 Maret 2017 - 19:46 WIB

ORANG yang baru pertamakali berkunjung ke kota-kota di Kalimantan Tengah umumnya terkejut melihat berbagai gedung tinggi. Setelah kita jelaskan, mereka terkesima. Mereka menyadari, gedung atau bangunan tinggi itu bukan pertokoan, bukan perkantoran, bukan pula perhotelan. Itu semua 'hanyalah' rumah atau sarang burung walet.

Dari pemberitaan media kita ketahui, tidak banyak daerah yang mendapat manfaat adanya gedung walet itu. Hampir semua daerah, pemerintah daerah, kewalahan mengatur rumah walet.

Pemkab Kapuas mengeluh, meski punya Perda tentang gedung walet, tetapi tidak berdaya mengimplementasikannya. Di Barito Utara, pun demikian. Seruyan, Kuala Kurun, Pangkalan Bun, Sampit, termasuk Palangka Raya, adalah kota-kota yang dihiasi rumah-rumah walet.

Kota-kota itu pula yang dibelit persoalan rumah walet. Kota-kota yang kian merasakan, bahwa peraturan daerah yang mereka miliki mandul adanya.

Semua merasakan, betapa mereka diperdayai oleh pengusaha atau pemilik rumah walet. Para pejabat, para perangkat daerah, tidak bisa 'menyentuh' pengusaha-pemilik rumah walet. Demikian pula sebaliknya, para pengusaha walet tak peduli bahkan tak sudi menaruh perhatian pada lingkungan sekitarnya. Termasuk, tak sudi membayar retribusi atau pajak untuk daerah.

Semua tahu, sebagian besar pengusaha walet bukan orang setempat. Mereka umumnya warga daerah lain, kota lain. Malah, sebagian besar pengusaha dari Jawa. Misalnya rumah-rumah walet yang ada di Kota Pangkalan Bun, pemiliknya adalah warga Semarang atau Surabaya.

Jika tidak ditangani dengan baik, kelak, persoalan ini bisa menjadi bom waktu. Pengusaha walet tak boleh mengumbar egoisme. Demikian pula, pemerintah, termasuk masyarakat di sekitar gedung walet, tak boleh terlalu lama berdiam. Harus ada komunikasi, harus ada dialog, kompromi dan kontribusi.

Banyak soal bisa bermunculan dari gedung walet ini. Di Pangkalan Bun misalnya, rumah walet ditengarai menjadi vector atau perantara merebaknya wabah demam berdarah (DBD). Karena kebanyakan rumah walet memiliki kelengkapan semacam kolam berisi air, yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

Karena sudah kehabisan akal, Badan Pegelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupatren Kapuas pekan lalu berencana menyegel rumah-rumah walet. Inspektur Palangka Raya, Alman P Pakpahan baru saja (7/3/2017) menyarankan agar Pemkot Palangka Raya merobohkan salah satu gedung walet.

Tujuannya, memberi shock-theraphy ke pengusaha walet.

Pengusaha tak boleh tercerabut dari tempat dia berada. Tak boleh tuli dan buta regulasi. Tak boleh bebal pada hak dan kewajiban. Harus tahu dan mengedepankan etika. Etika berbisnis, etika bertetangga, etika bermasyarakat dan bernegara.

*). Edisi cetak editorial ini bisa dibaca di harian Palangka Post

Berita Terbaru