Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Publik Tunggu Konsistensi Polda Kalimantan Tengah Terapkan Restorastive Justice

  • Oleh Roni Sahala
  • 29 Agustus 2016 - 18:10 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Publik Kalimantan Tengah menunggu konsistensi Polda Kalteng menerapkan sistem restorastive justice. Kasus dugaan penganiayaan pembantu rumah tangga di Barito Utara dan tabrak lari di Gunung Mas dijadikan barometer. Teori restorasi keadilan diterapkan untuk anak-anak yang melakukan perbuatan pidana. 

'Kita menunggu konsistensi Polda Kalteng dalam penggunaan metode restorastive justice dalam penanganan perkara hukum seperti kasus di Barut dengan kasus di Gumas ini,' kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Kalteng, Wikarya F Dirun melalui telepon, Senin (29/8/2016).

Sebelumnya, Kapolres Barito Utara, AKBP Roy Sihombing tidak melanjutkan ke tahap penyidikan penganiayaan dua PRT yang diduga dilakukan Christina Sihombing, di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, awal Agustus lalu. Polda Kalteng menyatakan menggunakan penyelesaian di luar pengadilan dengan metode restorastive Justice.

'Bukan dihentikan, itu diselesaikan dengan metode restorastive justice. Perkara selesai tapi tidak melalui proses sidang di pengadilan. Menimbang untuk kepentingan kedua belah pihak,' kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kalteng, AKBP Pambudi Rahayu, di Palangka Raya, Senin (29/8/2016).

Sementara itu, untuk kasus dugaan tabrak lari dengan tersangka anak di bawah umur, TRK (17) dan JE (16) yang ditangani Polisi Sektor Tewah, Kabupaten Gunung Mas, Polda Kalteng menyatakan proses tetap dilanjutkan. Pernyataan perdamaian antara pihak tersangka dan korban tidak dijadikan alasan untuk menghentikan perkara.

'Perkara dia tabrak lari kita proses. Sebenarnya restorastive justice kemarin sudah. Sudah ada kesepakatan kedua pihak setuju tanda tangan tapi buktinya dia mengadu ke Propam,' kata AKBP Pambudi Rahayu.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Kalteng, Wikarya F Dirun melalui telepon mengatakan, teori restorasi keadilan diterapkan untuk anak-anak yang melakukan perbuatan pidana. Dia berharap polisi mengendepankan metode ini dalam kasus TRK dan JE.

'Kita menunggu konsistensi Polda Kalteng dalam penggunaan metode restorastive justice dalam penanganan perkara hukum seperti kasus di Barut dengan kasus di Gumas ini,' kata Wikarya F Dirun.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua remaja yang berstatus tersangka kasus kecelakaan lalu lintas mendatangi Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polda Kalteng, Minggu (28/8/2016). Mereka mengadu atas  penganiayaan yang dilakukan sejumlah oknum Polisi.

Adapun kronologinsya berawal dari kecelakaan yang terjadi di Pasar Tewah pada Jumat (19/8/2016). TRK dan JE yang mengendarai sepeda motor kemudian lari dan dikejar oleh anggota Polisi berpakaian preman.

Akhirnya mereka terjatuh setelah polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara. Setelah itu, kedua remaja mengaku dipukuli hingga dua gigi bagian depan lepas. Berdasarkan penuturan mereka, perlakuan lebih parah mereka alami saat di kantor Polisi.

'Saat jatuh kami langsung dipukuli dan diinjak, baru dibawa ke kantor polisi. Sampai di kantor Polisi kami ditelanjangi, disetrum dan dipukuli berkali-kali. Kepala saya juga diinjak sampai menyentuh aspal,' kata TRK didampingi orang tuanya di Polda Kalteng.

Sementara, Christina Sihombing di Muara Teweh, diduga melakukan penganiayaan terhadap dua pembantu rumah tangga HB (23) dan anak di bawah umur DV (13). Meskipun menurut para praktisi hukum, penganiayaan anak dan PRT adalah kejahatan, polisi menyelesaikan kasus itu dengan jalan restorasi keadilan. (RONI SAHALA/N).

Berita Terbaru