BORNEONEWS, Palangka Raya ' Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalimantan Tengah (Kalteng), Nuryakin menyebut proses pembangunan Gedung Batang Garing di atas lahan pemerintah provinsi adalah tidak ubahnya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan untuk memberikan sumbang sih kepada daerah saat itu.

Gedung Batang Garing dibangun oleh pengusaha hak pengusahaan hutan (HPH) era 80-an yang secara internal mereka mengumpulkan dana dan membuat konsorsium untuk pembangunan, di lahan aset pemerintah provinsi.

Gedung itu kemudian menjadi bisnis centre, tempat berkantornya para perusahaan HPH di Kalteng.

'Jadi dulu sebagai sumbang sih perusahaan kepada pemerintah daerah, berbentuk bangunan yang dibangun mereka sendiri. Kalau sekarang ya tidak ubahnya CSR atau tanggungjawab sosial perusahaan. Kalau dulu kan belum dikenal namanya CSR,' ungkap Nuryakin kepada Borneonews.co.id, Selasa (18/7/2017).

Namun kini, sudah banyak HPH yang tutup. Pengusahaan kayu/hutan tidak lagi menjadi primadona seperti kala itu, sehingga menurutnya, cukup aneh jika sekarang ada sejumlah pihak yang menyebut ada saham perusahaan disitu, sementara perusahaannya saja banyak tutup atau bangkrut.

"Ibarat beberapa perusahaan membantu pemerintah membangun jalan. Lalu analoginya, ketika mereka pindah, apakah jalan itu diminta atau diajak pindah. Padahal itu sumbang sih untuk kelangsungan pembangunan," tuturnya.

'Yang menjadi masalah kan dulu dibangun bersama secara konsorsium begitu, tetapi sekarang seakan menjadi pengelolaan perorangan atau privatisasi. Ini yang kita perdalam,' tutupnya.

Sebelumnya, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran meminta agar oknum yang mengelola dan menguasai bangunan 'Gedung Batang Garing untuk segera mengembalikan.  Penegasan ini menyikapi polemik kepemilikan gedung yang sebenarnya merupakan aset daerah. (ROZIQIN/B-6)