Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mantan Bupati Katingan Yantenglie Sampaikan 8 Poin Ini dalam Persidangan    

  • 23 Juli 2019 - 20:32 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa 23 Juli 2019.

Dalam persidangan kasus tindak pidana korupsi lenyapnya uang kas daerah Kabupaten Katingan senilai Rp 100 miliar itu beragendakan pembacaan duplik dari terdakwa.

Terdakwa menyebutkan 8 poin sebagai inti untuk menjawab replik dari jaksa penuntut umum pada persidangan sebelumnya.

Poin pertama yang tertuang dalam duplik Yantenglie menyebutkan, pemisahan berkas perkara yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus ini sangat merugikan dirinya.

Menurutnya penentuan kualitas penyertaan yang tidak jelas mengakibatkan perbedaan penerapan hukum. 

Poin kedua terdakwa menyebut jika dalam BAP Penyidik Polda Kalteng menyebut, ada kerjasama antara Teguh Handoko dan Heryanto Chandra untuk mengeruk uang kas daerah Kabupaten Katingan dengan bantuan Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) saat itu, Tekli.

Poin ketiga Yantenglie menyebut, berdasarkan hasil audit dari BPK RI menyimpulkan bahwa adanya penyimpangan atas dana kas daerah yang menurut tim BPK diduga ada perubahan nota kesepahaman penempatan deposito menjadi giro tersebut dilakukan oleh Heryanto Chandra, yang tercantum selaku perantara dalam pembukaan rekening.

Pada poin keempat, terdakwa mempertanyakan status hukum dari Teguh Handoko, mantan Kepala Kantor Kas BTN Pondok Pinang yang juga terlibat dalam kasus korupsi ini dirasa belum jelas hingga saat ini oleh terdakwa.

Poin kelima, terdakwa menuntut JPU untuk segera menangkap Heryanto Chandra yang hingga kini masih buron. Menurutnya, JPU tidak ada upaya dalam menangkap Heryanto Chandra yang menjadi otak dalam kasus ini.

Pada Poin keenam dan ketujuh tedakwa membantah telah mengambil uang negara dengan total nilai Rp 6,5 miliar yang terbagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama yakni pemberian uang dari Teguh Handoko senilai Rp 1,5 miliar, dan bagian kedua adalah Rp 5 miliar yang digunakan terdakwa untuk membayar jasa pengacara.

Pada poin kedelapan dalam dupliknya, terdakwa secara jelas menolak peyitaan atas barang berharganya oleh JPU dalam tuntutannya. Menurutnya harta benda yang diperoleh terdakwa dalam tuntutan tersebut bukan merupakan suatu hasil tindak pidana.

“Demikian duplik saya sampaikan untuk mencari keadilan. Semoga niat baik saya mendapat perhatian dari majelis hakim,” tutupnya. (AGUS/B-2)

Berita Terbaru