Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Hadapi Covid-19, Perbankan dan Pebisnis Harus Kompak

  • Oleh Inilah.com
  • 23 Juni 2020 - 00:01 WIB

INILAHCOM, Jakarta - Pandemi Covid-19, melanda seluruh dunia terbukti membawa dampak besar terhadap dunia usaha seiring kebijakan lockdown yang diambil sejumlah negara. Dalam hal ini, perbankan dan pelaku usaha perlu kompak dan sinergi.

Paling tidak, mrntai pasokan alias supply chain di berbagai sektor bisnis, menjadi tersendat. Terutama yang masih mengandalkan suplai bahan baku dari impor. Celakanya lagi, dampak lanjutan (dominos effect) dari kondisi tersebut, menjalar ke sektor perbankan.

Banyak pengusaha dari berbagai sektor industri kesulitan memenuhi kewajiban cicilan kredit lantaran bisnisnya sedang sepi. Alhasil, mereka terpaksa merumahkan karyawan demi mengurangi beban keuangan.

"Dalam pantauan kami, secara NPL (Non Performing Loan/rasio kredit bermasalah) mulai ada sedikit kenaikan. Dari 2,77 persen pada bulan sebelumnya, menjadi 2,89 persen pada saat ini. Namun dari segi recovery rate (kemampuan pemulihan), masih sangat aman, yaitu 212,05 persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana, dalam seminar bertema Strategi Perbankan Bangkitkan Dunia Usaha di Tengah Pandemi COVID19 yang diselenggarakan secara virtual oleh Warta Ekonomi, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dengan angka recovery rate perbankan nasional yang demikian sehat, Heru mengajak semua pihak untuk tidak panik dalam menghadapi pandemi COVID-19. Meski juga kewaspadaan memang tetap harus dijaga agar tidak sampai lengah ketika terjadi sesuatu yang perlu penanganan lebih lanjut.

"Dalam hal ini pemerintah melalui OJK telah menyiapkan berbagai langkah yang bias ditempuh sesuai dengan perkembangan yang nantinya terjadi di pasar. Paket relaksasi tahap pertama telah dijalankan lewat POK Nomor 11. Bila memang diperlukan, paket-paket (relaksasi) lanjutan juga sudah siap (dijalankan)," tutur Heru.

Menurut Heru, OJK telah menyediakan berbagai opsi restrukturisasi kredit yang bisa dijalankan oleh perbankan terhadap nasabah kreditnya yang sedang bermasalah. Beberapa opsi tersebut diantaranya pengembalian posisi bunga ke pokok, penyesuaian jangka waktu kredit, penambahan fasilitas hingga konversi nilai kredit ke penyertaan modal sementara.

"Semua opsi itu, kami serahkan sepenuhnya ke masing-masing banknya. Ke masing-masing lembaga pembiayaannya, agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik nasabah kreditnya masing-masing," papar Heru.

Sementara, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja menyatakan, persoalan likuiditas menjadi hal krusial yang harus benar-benar dijaga, guna menyelamatkan industri perbankan serta perekonomian nasional.

Dalam kesempatan ini, Jahja juga mengajak seluruh bank yang ada di Indonesia untuk lebih mengutamakan likuiditas ketimbang profitabilitas perusahaan, untuk saat ini. "Kita bisa banyak belajar dari krisis yang terjadi saat 1998 dulu, di mana perekonomian babak-belur gara-gara likuiditas yang tidak tersedia di pasar. Saya ingat betul, sekitar setahun sebelumnya, hampir kita semua sangat yakin bahwa gelombang krisis tidak akan sampai ke Indonesia karena nilai tukar kita saat itu sangat kuat. Dollar di kisaran Rp2.000an. Tapi ketika melonjak drastis hingga Rp15.000an per dollar, otomatis likuiditas kita terkuras," ujar Jahja.

Berita Terbaru