Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mendag Sebut 10 Komoditas Ini Berpotensi Tingkatkan Nilai Ekspor

  • Oleh Teras.id
  • 23 Juli 2020 - 12:40 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto setidaknya ada sepuluh komoditas berorientasi pasar penjual (seller market) berpotensi mengerek kinerja perdagangan tanah air di tengah pandemi. Salah satunya adalah minyak sawit mentah (crude palm oil) dengan nilai ekspor US$ 14,7 miliar pada 2019. Komoditas ini menguasai pangsa pasar dunia hingga 53 persen.  

Tak hanya sawit, Sarang burung walet merupakan produk seller market dengan pangsa sebesar 47,8 persen dengan nilai US$ 364,3 juta. Dari total ekspor dunia yang sebesar US$ 762,8 juta pada 2019, negara tujuan ekspor utama yang masih terkonsentrasi pada sebesar Cina sebesar 60,1 persen, Hongkong 23,7 persen, dan Singapura 8,5 persen.

"Pada masa Covid-19 masyarakat dunia membutuhkan kekuatan dan imunitas sehingga permintaan produk ini meningkat tajam," ujar Agus dalam sebuah diskusi virtual, Rabu 22 Juli 2020.

Kemudian, ada cengkeh dengan pangsa pasar 36,1 persen dengan nilai US$ 111,5 juta dari total ekspor dunia sebesar US$ 309,2 juta pada 2019. Negara tujuan ekspornya sebagian ke India 31,3 persen, Arab Saudi 11 persen dan Uni Eropa 7,7 persen.

Selain didorong naiknya permintaan produk berbahan baku natural, ekspor didukung perkembangan industri herbal, seperti India dan Taiwan. "Namun tantangannya adalah food safety, sustainable, dan organik," ujar Agus.

Produk seller market lainnya adalah oleo chemical dengan pangsa 31,9 persen, margarin sebesar 13 persen, cocoa butter sebesar 12,9 persen, tissue sebesar 18,9 pesen, flooring dari kayu sebesar 12,7 persen, timah sebesar 24,7 persen, dan nikel sebesar 28 persen. Dalam pendekatan pasarnya, Agus mengatakan dalam satu tahun ke depan difokuskan pada negara yang penanganan covid 19 yang mulai pulih atau sudah pulih.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo menuturkan produk perikanan masih memiliki kinerja positif di tengah pandemi. Menurut dia, capaian tersebut terjadi bersamaan dengan Vietnam, Thailand, Filipina, India melakukan penutupan akses atau lockdown keras. Sementara Indonesia, ujar Nilanto, didukung kondisi negara kepulauan, pembudidaya dan nelayan tetap produksi.

Namun, Nilanto menyayangkan ekspor perikanan belum memanfaatkan pasar Australia, yang mana pemenuhan konsumsi ikannya hanya 10 persen dari dalam negeri. Sayangnya, produk ikan Indonesia tidak masuk 10 besar secara volume, dikalahkan Vietnam, Thailand, dan Filipina. "Padahal, titik terdekat terbang (Indonesia-Australi) hanya 3-5 jam. Seandainaya bisa konsolidasi di titik terluar niscaya pasar Australia akan terbuka," ujar Nilanto.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan produk kopi olahan asal Indonesia berpeluang mengambil ceruk di pasar ekspor. Sayangnya, kenaikan impor kopi beberapa negara tidak sejalan dengan ekspor kopi Indonesia ke negara itu, bahkan ada penurunan. "Ini bisa jadi peluang bahwa sebetulnnya ada beberapa negara permintaan meningkat, tapi pemintaan impor dari negara lain lebih besar (dari Indonesia)," ujar Rochim.

Ia menyebutkan negara-negara yang mengalami peningkatan impor kopi, di antranya Inggris, Italia, Maroko, Hongkong, Jepang, Taiwan, Yunani, Saudi Arabia, Timor Leste, Malaysia, FIlipina, Korea Selatan, Jerman, Taiwan, Korea, UEA, Brazil, dan Brunei. Namun, produk kopi olahan asal Indonesia mengalami hambatan mulai dari tarif, isu penyakit atau hama, penetapan standar baru, standar keamanan pangan, dan lainnya.

Berita Terbaru