Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Uji Klinis Kombinasi Obat Covid-19 Belum Valid, Rektor Unair: Siap Sempurnakan

  • Oleh Teras.id
  • 20 Agustus 2020 - 13:30 WIB

TEMPO.COJakarta - Rektor Universitas Airlangga atau Unair, M. Nasih, menyatakan siap mengevaluasi dan menyempurnakan uji klinis kombinasi obat Covid-19 sesuai saran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Tim Peneliti Unair segera mengambil langkah cepat untuk segera menyempurnakan uji klinis sesuai masukan BPOM,” kata Nasih dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 20 Agustus 2020.

Nasih mengatakan, tim peneliti juga menunggu dan akan mempelajari semua masukan tertulis dari BPOM.

Menurut dia, para ilmuwan di dalam tim sangat terbuka menerima masukan demi penyempurnaan obat tersebut. Para peneliti berharap hasil dari kombinasi obat tersebut segera bisa membantu para pasien Covid-19 yang membutuhkan penanganan.

Nasih juga menjelaskan, niat tim peneliti semata-mata didasari rasa kemanusiaan untuk menolong. “Tentunya berharap ikhtiar ini bisa memberi jalan keluar bagi kita untuk menghadapi virus Covid-19,” katanya.

Kepala BPOM Penny Lukito sebelumnya mengatakan hasil uji klinis kombinasi obat Covid-19 yang dikembangkan Unair masih belum valid.

Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan Unair dan telah mengikuti uji klinis. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

Penny mengatakan, review terhadap uji klinis kombinasi obat Covid-19 itu belum bisa dilakukan karena tim peneliti Unair harus memperbaiki sejumlah koreksi yang diberikan BPOM saat melakukan inspeksi pada 28 Juli lalu. “Penilaian kami di dalam inspeksi belum direspons.”

Dalam inspeksi dan monitoring, Penny mengatakan ada gap atau temuan kritikal terhadap hasil uji klinis kombinasi obat Covid-19. Temuan kritis yang pertama terkait pengacakan atau randomisasi. Penny mengatakan bahwa subyek penelitian kombinasi obat Covid-19 ini belum merepresentasikan keberagaman yang sesuai protokol. Misalnya demografi dan derajat keparahan.

Penny mengatakan bahwa kombinasi obat ini diberikan kepada orang tanpa gejala. Padahal, sesuai protokol, OTG tidak perlu diberikan obat. “Kita harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, dan berat dengan keterpilihan masing-masing, representasi masing-masing harus ada,” ujarnya. (TERAS.ID)

Berita Terbaru