Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Perlukah Hukuman Mati

  • Oleh Penulis Opini
  • 19 April 2022 - 08:35 WIB

KASUS pemerkosaan 13 santriwati di bawah asuhan terdakwa Herry Wirawan selaku pemilik pondok pesantren Tahfidz Madani akhirnya divonis Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung dengan hukuman mati.

Kasus Herry Wirawan pertama kali muncul ke publik pada 8 desember 2021, awalnya kasus yang melibatkan anak di bawah umur ini sengaja tidak dipublikasikan karena untuk menjamin masa depan korban bukan berarti kasus ini hanya dibiarkan saja melainkan untuk melindungi para korban yang masih dibawah umur.

Sebelumnya, Herry divonis hukuman seumur hidup selepas dinyatakan terbukti bersalah atas perbuatannya. Namun, banyak masyarakat yang merasa hukuman tersebut tidak setara dengan penderitaan korban. Selanjutnya pihak jaksa penuntut banding ke Pengadilan Tinggi Bandung dan upaya banding tersebut dikabulkan.

Sehingga pada Senin 4 April 2022 Herry Wirawan divonis hukuman mati serta aset - aset miliknya dirampas oleh negara untuk membayar restitusi. Berdasarkan salinan dakwaan, aksi bejat yang dilakukan oleh Herry Wirawan ini sudah diketahui sejak rentang waktu 2016 hingga 2021. Herry wirawan sendiri mengaku telah memperkosa santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. Ia melakukan perbuatan bejat ini secara sadar dan ada unsur kesengajaan.

Di sisi lain hukuman mati di negeri kita masih sangat kontroversial sebab hukuman ini dinilai tidak setujuan dengan amandemen kedua konstitusi UUD 1945 , pasal 28 ayat 1 yang menyebutkan " hak untuk hidup, hak untuk tidak disika, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakuai sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun". bagi sebagian kelompok kontro juga mengganggap mati hidup merupakan urusan tuhan dan tidak seharusnya nyawa manusia dicabut oleh manusia juga.

Tetapi jika diliat dari hukum positif negeri ini hukuman mati adalah sah, terdapat 50 pasal yang terdapat di 12 undang - undang yang mengatur tentang pelanggaran yang dapat dihukum mati. Adapun jenis pelanggaran yang dapat dihukum mati seperti pembunuhan berencana, perdangan narkotika, terorisme, dan pelecehan seksual anak - anak. Hukuman mati berfungsi untuk efek jera yang membuat orang tidak melakukan kejahatan serupa sehingga terbentuklah ketenangan dan ketentraman di tengah masyarakat dan memberi rasa keadilan bagi korban tindak pidana dan keluarganya yanh mengalami penderitaan.

Walaupun hukuman mati berfungsi untuk efek jera dan sudah banyak yang dijatuhi hukuman mati, kejahatan tetap berlangsung. Tapi yang pasti, satu orang penjahat hilang dari muka bumi. Bagi mereka yang menentang hukuman mati apakah mereka akan tetap menolak terpidana dihukum mati apabila anggota keluarga mereka yang menjadi korban Pemerkosa atau predator seksual terhadap anak-anak seperti Herry Wirawan yang seharusnya ia menjadi pendidik sudah selayaknya mendapat vonis hukuman mati atas pertimbangan yang kuat.

Penulis: Della Yusti Anggrairi/Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya

Berita Terbaru