Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Rencana Kenaikan BBM Subsidi Dinilai Tidak Tepat, Ini Alasannya

  • Oleh Muhammad Hamim
  • 31 Agustus 2022 - 16:40 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Suekartono menilai bahwa rencana pemerintah pusat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat. 

Hal tersebut diungkapkannya, karena melihat harga minyak mentah dunia menurun tajam, yang berkisar dibawah rp 90 USD per barel pada pertengahan Agustus 2022 kemaren. 

"Rencana menaikkan harga BBM bersubsidi dari pemerintah pusat tersebut tidak tepat, karena harga minyak mentah dunia sedang turun, dari sebelumnya 120 USD per barel, turun hingga di bawah 90 USD per barel," ujar Bambang, Rabu, 31 Agustus 2022. 

Jika memang kenaikan harga BBM tersebut terjadi, maka masyarakat sangatlah dirugikan. Apalagi saat ini, ekonomi masih dalam upaya pemulihan. Hal itu seharusnya menjadi perhatian pemerintah, karena sudah sepatutnya melihat secara langsung dampak terhadap warga. 

Dirinya juga mengatakan, akhir-akhir ini juga terjadi kelangkaan BBM subsidi. Pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hal itu terjadi karena BBM bersubsidi akan habis di akhir bulan September 2022, dikarenakan terjadi peningkatan konsumsi BBM Subsidi, sehingga membebani APBN.

Hal itu seharusnya dipahami oleh pemerintah pusat, bahwa penggunaan BBM di tahun 2022 mestinya ada peningkatan sebesar 50% dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2012. 

Karena hampir bisa dipastikan, bahwa setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi rata-rata 5%. Dan itu akan berakibat terjadinya peningkatan penggunaan transportasi publik darat, laut, kerta api, logistik, transportasi pribadi serta peningkatan pertanian, nelayan, perkebunan dan Industri transportasi untuk industri kecil dan besar.

"Kenyataanya, kuota BBM subsidi 2012 untuk premium sudah sebesar 24,3juta kiloliter, solar 14,9 juta kiloliter dengan besaran total subsidi Rp 211 triliun saat itu. Jika bila dibandingkan pada 2022, untuk subsidinya pertalite hanya 23 juta kiloliter. Seharusnya bila ada pertumbuhan ekonomi 50%, saat ini kuotanya berkisar 36 juta kiloliter," kata Bambang. 

Begitu juga solar saat ini kuotanya hanya 14,9 juta kiloliter, yang seharusnya 21,9 juta kiloliter, dan subsidi saat ini pada 2022 malah menurun hanya sebesar Rp 208 triliun rupiah. 

"Saya heran, kenapa Menteri Keuangan terheran-heran dengan kondisi sisa BBM subsidi saat ini," tanya Bambang.

Berita Terbaru